Dolly, Pemerintah, dan Kita

     Oleh: Luqman Hakim

”Dolly”, sebuah lokalisasi yang berada di Putat Jaya, Surabaya, akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Tempat yang menjadi ladang maksiat ini direncanakan akan ditutup oleh pemerintah. Bisakah itu terjadi? Lalu apa peran kita sebagai masyarakat muslim?  

Surga Maksiat 

      Sudah menjadi rahasia umum, kalau Dolly dikenal sebagai area ”halal” dalam melakukan praktek perzinahan. Di sana, Para ahli maksiat setiap malam bebas berpesta ria tanpa memiliki rasa takut. Setiap malam, sekitar 1.200 Pekerja Seks Komersial (PSK) yang rata-rata berusia sekitar 18 – 30 tahun tersebar di 400 wisma dan siap melayani para tamu berhidung belang yang datang dari berbagai tempat. Menurut penuturan salah satu pemilik wisma, 1 wisma bisa didatangi oleh ”tamu” sebanyak 50-70 orang, dan 1 PSK bisa melayani 7-10 orang (Jawa Pos, 26/10/10). Maka tidak mengherankan jika Dolly disebut-sebut sebagai lokalisasi prostitusi terbesar di Asia tenggara


-->
Padahal, Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam dikenal sebagai kota religius. Ada masjid-masjid yang tersebar di segala penjuru, pondok pesantren, sekolah-sekolah Islam, lembaga-lembaga Islam, dan juga terdapat wisata religius seperti masjid dan makam  salah satu walisongo, Sunan Ampel.
Ironisnya, lokalisasi yang menjadi penyebab hancurnya rumah tangga ini terus beroperasi selama bertahun-tahun, sejak zaman Belanda. Merujuk pada informasi dari Iwan, salah satu juru parkir di Dolly, ketika diwawancarai oleh surabayadetik.com pada 26 Oktober 2010, awalnya Dolly hanyalah perkampungan biasa yang dikelola oleh perempuan keturunan Belanda yang dikenal dengan nama Tante Dolly van der mart. Barulah pada tahun 1975 atau 1976 Dolly mulai ramai dikunjungi.  Jadi dalam rentang waktu selama itu, Dolly dibiarkan berkembang tanpa ada tindakan tegas.

Nahi Munkar

            Kita sebagai orang Islam tentunya mengetahui bahwa kembali ke aturan Islam adalah solusi utama. Dalam agama Islam, perbuatan zina dipandang sebagai perbuatan hina dan keji. Mendekati zina aja dilarang, apalagi  melakukannya. Laa taqrobuz zinaa, ”jangan dekati zina”, firman Allah dalam surat al-Isro’ayat 32.  Lalu kalau ada orang yang berzina, Islam memberikan sanksi tegas.  Bagi yang belum menikah (pezina gharu muhshan) dikena sanksi cambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan selama satu tahun dari negerinya. Allah berfirman. ”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera.....(An-nur:2). Ibnu Umar juga berkata, ”Sesungguhnya Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam telah mencambuk dan mengasingkannya (pezina ghairu muhshan), sesungguhnya Abu Bakar  telah mencambuk dan mengasingkannya, dan sesungguhnya Umar pun  mencambuk dan mengasingkannya  
(HR. Bukhari). Sementara bagi yang sudah menikah (muhshan) dikena sanksi rajam, yaitu dilempari batu sampai meninggal. ”Laki-laki yang sudah tua dan perempuan yang sudah tua jika keduanya berbuat zina, maka rajamlah keduanya sebagai suatu hukum an dari Allah” (HR. Imam Ahmad:5/183, Al-Hakim:4/360, Ad-darimi: 2/179) 
            Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apa yang mestinya dilakukan dalam menyikapi masalah ini? Sebelum menjawab pertanyaan ini, coba kita perhatikan sabda Rasul  yang diriwayatkan oleh Muslim:
            ”Barangsiapa yang melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan hal ini adalah selemah-lemahnya Iman”
            Dalam kitab Syarah  Arba’in Nawawi, dijelaskan bahwa kewajiban merubah kemungkaran haruslah dengan tahapan-tahapan. Pertama, dengan tangan, dan ini hanya sanggup dilakukan oleh penguasa. Kedua, jika tidak mampu maka dengan lisan, dan ini bagi para penyeru kebajikan yang biasa menjelaskan kemungkaran-kemungkaran kepada masyarakat. Ketiga, bila orang tidak mampu merubah kemungkaran dengan tangan atau dengan lisannya, ia harus merubahnya dengan hatinya (berdoa).
            Di sini menjadi jelas, bahwa kemungkaran seperti adanya praktik perzinahan di Dolly haruslah dirubah, hingga kemungkaran itu tidak lagi terjadi. Kalau perintah Rasul ini diabaikan, sementara kejahatan/kemungkaran  sudah merajalela, maka siksa akan melanda  semua orang, baik yang lurus maupun yang bengkok (jahat). Karena Allah akan menimpakan azab secara merata. Allah ta’ala berfirman, ”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-nur:63)
Dalam hal ini yang mampu merubah dengan tangan adalah para penguasa, karena penguasa memiliki kekuatan yang bisa dengan mudah memberangus kemungkaran. Maka anda wahai para penguasa, orang-orang yang berada  dalam pemerintahan, anda memiliki kewajiban untuk menghentikan kemungkaran. Semua kemungkaran, termasuk kemungkaran di Dolly  yang telah bertahan  selama berpuluh-puluh tahun.
Kalaulah kita mengacu pada dalil yang menjelaskan tentang sanksi orang yang berzina, yaitu dicambuk atau dirajam, maka penguasa di negara kita tidak bisa melaksanakannya. Karena sistem hukum yang dipakai bukanlah Syariah Islam. Seandainya diterapkan Syariah Islam di Indonesia, maka mestinya sudah dari dulu Dolly tak beroperasi. Karena memang Syariah Islam adalah sebaik-baik hukum. Hal itu dikarenakan Syariah Islam langsung dari Allah, Tuhan Yang Maha Adil. Namun walau demikian, penguasa negeri ini tetap punya kewajiban melawan kemungkaran yang ada di Dolly.
Syukurlah, akhir-akhir ini kita mendapat informasi segar, bahwa penguasa negeri ini, khususnya di Jawa Timur, mulai sadar dan menginginkan agar kemungkaran yang ada di Dolly segera usai. Sebutlah Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Sukarwo dan Saifullah Yusuf  yang mewacanakan penutupan Dolly. Wacana ini bergulir dan diamini oleh beberapa kalangan, baik di pemerintahan maupun non-pemerintah.
Hanya saja memang, kemungkaran yang sudah lama bercokol di Surabaya ini tidak mudah dihentikan begitu saja. Pemerintah Provinsi (Pemprov)  Jawa Timur boleh jadi menginginkan  Dolly segera  ditutup. Namun Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dalam hal ini wali kota , berpandangan Dolly tidak bisa ditutup serta merta.  Harus diberlakukan secara sistematis dan bertahap.
Untuk itu, Pemkot telah mempersiapkan skenario besar. Rencana tersebut meliputi strategi pembangunan, fisik, sosial, dan ekonomi untuk menutup tempat itu. Selain itu, Pemkot juga berupaya membatasi PSK yang ada di Dolly. Upaya tersebut antara lain; memasang Closed Circuit Television (CCTV) di sepanjang lokalisasi dan akses menuju lokalisasi, mengatasi kemiskinan dengan menggelar pelatihan dan pemberian bantuan, memberi modal bagi PSK yang ingin alih profesi, mengadakan pengajian rutin, mendirikan berbagai sarana publik di lokalisasi, dan bekerjasama dengan warga sekitar (Jawa Pos, 26&27/10/2010)
Di sisi lain, Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya punya Peraturan Daerah (Perda) yang melarang adanya bangunan prostitusi di seluruh wilayah Surabaya. Perda tersebut adalah Perda nomor 7 tahun 1999. Dalam perda itu disebutkan melarang menggunakan bangunan untuk sarana prostitusi. Atau dengan kata lain tidak diperbolehkan ada tiap bangunan yang digunakan untuk membuka praktik prostitusi. Namun ia hanya sebatas peraturan namun tak kunjung diterapkan . Hal in dibenarkan oleh Wakil Ketua DPRD Surabaya, Ahmad Suyanto. Dia menjelaskan, bahwa aturan itu masih ada dan pihaknya  memang sudah lama mendesak agar menutup Dolly, karena memang ia bukan hal yang baik bagi Surabaya. Menurutnya, menutup Dolly diperlukan kesabaran dan harus diberlakukan secara sistematis, bukan dengan secara frontal melakukan penutupan. Sikap frontal yang diberlakukan akan menambah masalah serta bukan merupakan solusi terbaik bagi Surabaya (detiksurabaya.com, 25/10/2010).


Ayo Dukung!

Terlepas dari perbedaan pandangan berbagai pihak  mengenai penanganan Dolly, kita sebagai masyarakat ’biasa’ harusnya  mendukung upaya penutupan dolly ini. Kita juga  punya kewajiban untuk membumihanguskan kemungkaran ini. Masih ingatkah kita dengan hadits di atas yang berbunyi, faillam yastatik fabilisanihi ,”jika kalian tidak mampu merubah kemungkaran dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan ”. Setidaknya kita bisa menyampaikan kepada khalayak pentingnya mendukung upaya pemerintah menutup Dolly ini. Kita juga bisa memberikan masukan kepada pemerintah apabila ternyata upaya yang dilakukan pemerintah kurang efektif, kurang besrsungguh-sungguh, dan kurang istiqomah.
Atau setidaknya, kita berdoa kepada Allah agar Dolly bisa segera ditutup. Agar Allah segera menyegarakan pertolongannya, agar Allah tidak menimpakan adzab kepada kita disebabkan kelalaian kita, dan agar para penguasa bisa tunduk dan melaksanakan syariah-Nya. Faillam yastatik fabiqolbihi, wa dzalika adh’aful iiman”, jika kamu tidak mampu merubah dengan tangan dan lisan, maka rubahlah dengan hati (berdoa), dan ia adalah selemah-lemahnya iman (HR. Muslim)
Semoga kita termasuk orang-orang senantiasa menyuruh yang ma’ruf (amar ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi munkar) dan semoga Allah  menyegerakan pertolongan-Nya. Amiin.




4 Responses to "Dolly, Pemerintah, dan Kita"

  1. memang saya setuju agar dolly itu ditutup aja...meresahkan masyarakat...

    BalasHapus
  2. kapan indonesia bisa damai dan tentram klw pemimpin juga didalamnya pemerintah malah meminta dana dari tempat maksiat, bahkan yag mendukung orang muslim sendiri,, sungguh terlalu pdahal mereka memiliki hati dan perasaan,, tapi kenap seakan buta untuk bertindak dan bergerak agar dunia lebih indah dan tentram tanpa maksiat.
    kasiha para istri setia yg mnunggu dirumah dengan anak mereka namun ayahnya tanpa diketahui menghianati cintanya denagn pergi ke dolly dan sbgainya,, sungguh terlalu,,
    mulai dari sekarang, mulai dari kita, step by step,, menuju indonesia yg bersih dari maksiat,,
    nice info bank keren mantap,,,

    BalasHapus
  3. Muarra@: Syukron.....,,ayo berusaha..beusaha sekuat tenaga..berat memang,,,,,tapi kalau yakin dan bersungguh, insyaAllah bisa....ya.....bisa....

    BalasHapus

Jangan lupa komen di sini ya :-)