Membongkar Kerancuan pemikiran Cak Nur

Oleh: Luqman hakim

   1. Judul            : “Membongkar kerancuan pemikiran Nurcholis Madjid 
                              seputar isu   sekularisasi  dalam Islam”
2. Penulis         : Prof. Dr. Faisal ismail, MA
3. Penerbit       : PT. Lasswell Visitama, Jakarta Barat
4. Cetakan      : Pertama, Juli 2010
5. Tebal           : 347+ x halaman 15x21 cm








      Dalam dunia ilmiah, saling mengkritik adalah sebuah kewajaran. Hal itu biasanya timbul karena ketidak-setujuan seorang ilmuan atas pendapat atau pernyataan yang dilontarkan oleh ilmuan lainnya. Imam Ghazali, misalnya, telah mengkritik pemikiran para filosof Yunani dan para pengikut mereka seperti al-Farabi (m. 950) dan Ibnu Sina (m. 1037). Hal itu ia lakukan dengan menulis buku berjudul Tahafutul Falasifah (Kerancuan Pemikiran Para Filosof). Dalam buku tersebut, ia menuangkan 20 persoalan filosofis yang menurutnya rancu dan tidak sesuai dengan Islam. Lalu sekitar sembilan puluh tahun kemudian, Ibnu Rusyd menulis Tahafutut Tahafut (Kerancuan kitab ‘Tahafutut’). Dalam bukunya, Ia mengkritik Imam Ghazali secara mendetail, paragraf demi paragraf. Selain menolak pemikiran Imam Ghazali, ia juga menolak pemikiran para filosof seperti al-Farabi dan Ibnu Sina, yang menurutnya telah menyimpang dari pemikiran Aristoteles. Namun tetap kritikan utamanya kepada Imam Ghazali.
       Di Indonesia,
--> hal seperti itu juga wajar terjadi. Buku karya prof. Faisal ini adalah salah satunya. Dalam buku ini, salah satu guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Kali Jaga Yogyakarta ini  mengkritik pemikiran Cak Nur (panggilan akrab Nurcholis Madjid) seputar istilah sekularisasi dalam Islam. 

Khutbah Jum'at

Khutbah Jum'at
        Nasrudin mendapat giliran berkhutbah di majsid pada tiga kali Jum’at berturut-turut. Nasrudin sebenarnya merasa bahwa tugas itu tersa sulit untuknya, tapi ia tidak bisa menghindarinya.
       Pada Jum’at pertama semua orang sudah duduk dengan baik sambil menunggu khutbah. Nasrudin pun berjalan menuju mimbar.
      Ia berkata. “Bapak-bapak, apakah kalian tahu topik apa yang akan saya sampaikan kepada kalian pada hari ini?”
      Orang-orang terkejut karena sebelumnya tidak ada yang bertanya tentang sesuatu sebelum khutbah disampaikan. Mereka menjawab, “Tidak, kami belum tahu”.
     Kemudian Nasrudin berkata, “Baiklah, jika kalian tidak tahu tentang pentingnya topik yang akan saya sampaikan, saya kira tidak akan berguna tentang hal itu. Ini sudah terlambat.”

Mempercayai Keledai

Mempercayai Keledai
         Setahu Nasrudin , para tetangganya baik hati kecuali satu orang perempuan. Ia suka meminjam sesuatu dari orang lain, akan tetapi selalu lupa untuk mengembalikannya.
           Suatu hari, perempuan itu mendatangi rumah Nasrudin. Sesudah mengucap salam, ia berkata, “Saya harus membawa banyak barang ke kota pagi ini. Saya tidak punya tali dan keledai untuk membawa barang-barang tersebut. Bolehkah saya meminjamnya kepadamu? Saya akan mengembalikannya sore ini sesegera mungkin setelah saya selesai menggunakannya.
     Nasrudin berpikiran bahwa perempuan itu akan lupa untuk mengembalikan tali ataupun keledainya. Makanya ia pun menjawab, “Maaf, talinya masih saya pakai”.

Antara Wanita danTulang Rusuk

Antara Wanita danTulang Rusuk
  Oleh: Luqman Hakim        

      Keningnya mengerut. Tampak guratan garis hitam melintang di dahinya. Sesekali matanya terbelalak. Badannya tak nyaman berdiam diri. Informasi yang ia dengarkan dari ustadznya membuat hatinya ngilu. Muslimah yang termasuk aktif ikut pengajian ini tak habis pikir, mengapa informasi itu bisa ada? Apa benar yang menyampaikan hal itu adalah nabi? Masih terngiang-ngiang di kepalanya sebuah ucapan ustadznya yang katanya dinukilkan dari hadits nabi: “…Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya yang paling bengkok dari tulang rusuk itu adalah yang teratas…”. Ia pun bertanya pada sang ustadz, apakah hadits itu shahih? Tatkala sang ustadz menjawab “iya shahih”, nampak jelas guratan kekecewaan di wajahnya. Batinnya pun bergemuruh, “Bagaimana mungkin nabi menjelaskan bahwa wanita itu hanyalah diciptakan dari tulang rusuk? Bukankah ini sebuah penghinaan?”. 

Mengumpulkan Uang

Mengumpulkan Uang
         Nasrudin terlihat sedang mengumpulkan uang dari para tetangganya. Setiap mendatangi tetangganya ia selalu berkata, “saudaraku, saya sedang mengumpulkan uang untuk membayar hutang seseorang. Saya lakukan ini karena ia tak mampu mengembalikan uang yang telah dipinjamnya”.

                Salah satu tetangganya berujar, “Ini perbuatan bagus!” Kemudian, ia memberi Nasrudin beberapa koin. Ia berkata lebih dalam. “Kamu benar Nasrudin”. Kita harus mengasihani orang-orang yang miskin. Tapi, siapakah orang yang kamu bantu sekarang?”

        “Orang itu adalah aku”, kata Nasrudin sambil berlalu dengan cepat.

Disiapkan dalam Keadaan Terburu-buru

Disiapkan dalam Keadaan Terburu-buru
      Salah satu tetangga Nasrudin sedang menyelenggarakan pesta. Ia mengundang seluruh tetangganya. Namun, Nasrudin belum menerima undangan. Ia menunggu dan menunggu, tapi surat undangan itu tak kunjung ia terima. Ia merasa sangat kecewa.
          Pesta pun akan segera dimulai . Banyak tamu yang berdatangan. Nasrudin hanya bisa melihat mereka dari jauh. Ia kemudian mencari ide bagaimana agar bisa mengikuti pesta. Akhirnya ia tersenyum karena telah menemukan ide.
         Ia pergi ke rumahnya mengambil kertas kosong. Kertas itu kemudian ia lipat dan ia masukkan ke dalam amplop. Lalu ia pun pergi ke tempat pesta. 

Nasrudin dan Profesor*

Nasrudin  dan Profesor*
          Suatu hari, seorang profesor yang sangat cerdas mengunjungi kota yang ditempati oleh Nasrudin. Profesor tersebut sangat terkenal atas pengetahuannya yang sangat luas. Tidak seperti penduduk kota yang lain, Nasrudin meragukannya dan ingin mengetesnya.
    Ia pun menemui sang profesor lalu berkata, "Prof, saya ingin bertanya kepadamu satu pertanyaan" .
     "Silahkan", kata sang profesor.
      "Kita harus buat kesepakatan terlebih dahulu. Jika anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya, anda harus memberi saya 10 koin. Kemudian anda bisa bertanya kepada saya suatu pertanyaan. Jika saya tidak bisa menjawab pertanyaan anda, saya akan memberi anda 1 koin", lanjut Nasrudin.

Obat Hati Kaum Feminis

Obat Hati Kaum Feminis
BAGI umat Islam, apa yang diturunkan Allah melalui al-Quran dan yang disampaikan Nabi melalui sunnah-sunnahnya, merupakan ilmu, rahmat, obat sekaligus penyejuk hati.
 
Namun tak sedikit, justru memahami sebaliknya. Contoh nyata adalah keberadaan kaum feminis (khususnya yang menyebut feminisme Muslim) yang sering menuntut “kesetaraan” dengan laki-laki. Umumnya, kehadiran mereka karena keresahan melihat ayat-ayat yang diturunkan langsung oleh Allah sendiri atau “tersakiti” dengan apa-apa yang disampaikan Rasululllah.

Adalah Fatima Mernissi, salah seorang tokoh feminis yang sering menjadi rujukan aktivis perempuan di Indonesia. Dalam sebuah bukunya, “Women and Islam: An Hystorical and Theological Enquiry”. ia “curhat” atas adanya hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari.

“Apa yang dikisahkan para guru kami, membuat hati saya terluka….Bagaimana mungkin Nabi dapat mengatakan hal yang sangat melukai diri saya….,“ tulis Mernissi.(Women and Islam: An Hystorical and Theological Enquiry, Blackwell Publisher Ltd,5TH ed., 1995, hal.65).
Menurut Mernissi, banyak hadits (termasuk hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari) yang membuat hatinya justru sakit. Hal itu dikarenakan, hadits-hadits tersebut telah “merendahkan” dan “menghina” wanita. Baginya, hadits-hadits tersebut bernuansa kebencian terhadap perempuan. Maka hadits-hadits tersebut diklaim sebagai hadits mosiginis (memiliki kebencian terhadap perempuan). Pandangan Mernisi dengan mengistilahkan “merendahkan” atau “menghina” ini memang belum jelas.

Hadits lain yang dituduh sebagai hadits misoginis adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut:

“Rasulullah saw pada Hari Raya ‘Iedul Adha atau Fitri keluar menuju tempat shalat, beliau melewati para perempuan seraya bersabda: “Wahai para perempuan, hendaklah kalian bersedekah, sebab diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka.” Mereka bertanya, “Apa sebabnya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari pemberian suami. Dan aku tidak pernah melihat orang-orang yang kurang akal dan agama mampu melumpuhkan hati seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian”. Mereka bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa maksud dari kurang agama dan akal kami?” Beliau menjawab: “Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki?” Mereka jawab, “Benar.” Beliau berkata lagi: “Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak shalat dan puasa?” Mereka jawab, “Benar.” Beliau berkata: “Itulah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhari no. 293).
Melihat riwayat ini, Mernisi dan “pengikut”nya berpandangan, hadits ini telah merendahkan martabat perempuan, lantaran Rasulullah memberikan informasi bahwa perempuan itu “kurang akal” dan kurang agama”.

Perbedaan = Fitrah

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya terlebih dahulu kita memantapkan keyakinan bahwa apa yang Rasulullah sampaikan adalah benar, karena beliau adalah Nabi yang diberi maksum oleh Allah. Pengertian 'maksum' adalah terjaga. Sangat berbeda dengan manusia umum, yang bisa berbohong. Sifat ini langsung keistimewaan Allah yang tidak diberikan pada manusia lain.

Selain itu, Islam memiliki worldview (cara pandang) yang berbeda dengan Barat. Kalau Barat memandang sesuatu harus dimulai dengan keraguan, maka tidak demikian halnya dengan Islam. Dalam Islam, yakin adalah hal yang harus didahulukan.

Istilah “kurang akal” dalam hadits ini adalah pengertian dalam konteks persaksian saja, tidak dalam hal yang lainnya.

Abu Syuqqoh, salah satu ulama Mesir dalam bukunya yang berjudul “Kebebasan Wanita” menjelaskan bahwa yang dimaksud “kurang akal’ adalah kelemahan dari segi pemanfaatan akal, bukan dari segi kapasitas atau kemampuannya. Artinya, laki-laki dan perempuan memiliki kapasitas akal yang diberikan Allah kepada mereka secara sepadan, akan tetapi ketika berhadapan dengan masalah atau realitas tertentu dalam kehidupan, respon akal laki-laki bisa jadi lebih kuat daripada respon akal perempuan secara umum. Hal ini menandakan adanya kekurangan dari segi pemanfaatan akal, bukan dari segi potensinya. Jadi makna ini lebih pada masalah psikologis.

Sebagaimana kaum laki-laki memiliki kapasitas perasaan hati yang sepadan dengan perempuan, akan tetapi berbeda dalam pemanfaatan. Tatkala berhadapan dengan masalah atau suatu peristiwa dalam kehidupan, maka respon perasaan perempuan lebih kuat daripada respon perasaan rata-rata laki-laki. Ini juga menandakan adanya perbedaan dari segi pemanfaatan, bukan dari segi potensi.

Tentang pengertian “kurang agama” disebabkan perempuan tidak bisa sholat dan puasa ketika sedang haidh.

Penjelasan mengenai “kurang agama” ini sudah dibatasi oleh Nabi saw dengan sabdanya: “Bukankah apabila perempuan haidh, ia tidak shalat dan shaum? . Jadi pengertian “kurang agama” tidak untuk digeneralisir dalam semua konteks kemampuan ilmu agama atau persoalan ibadah. Sebab Allah swt telah jelas menyebutkan derajat wanita dan pria dalam hal beragama di hadapan Allah swt. Allah berfirman:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 35).

Sikap Muslimah Sejati

Para ulama telah menjelaskan bahwa walaupun secara zahir teks tersebut menunjukkan kelemahan perempuan, akan tetapi maksud sebenarnya dari hadits tersebut tidaklah untuk merendahkan. Ia hanya menjelaskan perbedaan yang sama sekali bukan bermakna diskriminasi. Ia tidak bermakna perempuan adalah inferior dan laki-laki adalah superior karena masing-masing telah diberikan oleh Allah Taala kelebihan dan kelemahan dalam bidang-bidang tertentu.

Meski sebagaian kaum feminis menganggap haidh, mengandung, melahirkan, dan semacamnya adalah “penindasan” dari Tuhan kepada perempuan. Tetapi bagi para perempuan yang beriman, itu justru merupakan sebuah anugerah, sebab dengan taqdir-Nya itulah perempuan tiga kali lebih tinggi derajatnya daripada laki-laki/kaum bapak.

Dalam banyak hadits, kaum ibu mendapatkan hak penghormatan tiga tingkat lebih tinggi di atas kaum bapak.

Dalam sebuah riwayatkan dijelaskan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, ”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhak aku hormati?” Rasulullah menjawab, ”Ibumu.” Jawaban itu diulang hingga tiga kali. Baru berikutnya Rasulullah SAW menyebut bapak sebagai orang yang harus dihormati (Shahih al-Bukhari kitab al-adab bab man ahaqqun-nas bi husnis-shuhbah no. 5971; Shahih Muslim kitab al-birr was-shilah wal-adab bab birril-walidain wa annahuma ahaqqu bihi no. 6664).

Menurut para ulama, hal itu disebabkan ibu yang mengandung, melahirkan, dan menyusui anak; tiga hal yang tidak dilakukan oleh kaum bapak (lihat: Fath al-Bari kitab al-adab bab man ahaqqun-nas bi husnis-shuhbah).

Bahkan, berbagai ayat al-Qur`an yang menyinggung keharusan berbakti kepada orangtua pun sering menyebut jasa ibu dalam ketiga hal tersebut (Lihat misalnya QS. Al-Ahqaf [46] : 15 dan Luqman [31] : 14)

Jelaslah bahwa hadits Nabi dan apapun yang digariskan Allah kepada kaum perempuan sejatinya untuk rahmat dan kemuliaan kaum perempuan itu sendiri.
Hanya saja, tanpa ketertundukan pada wahyu, sebagai kebenaran yang diturunkan untuk kenikmatan hidup manusia, wanita manapun tak akan mampu merasakannya. Semoga artikel ini mampu
menyadarkan kaum feminis dan bisa menjadi “obat hati” untuk kaum yang telah terlanjur sakit hati. *


NB: Tulisan ini dimuat di hidayatullah.com pada 20 Oktober 2011

Orang Tua Sama Kuatnya dengan Pemuda

Orang Tua Sama Kuatnya dengan Pemuda

         Nasrudin dan teman-temannya ngobrol tentang tindakan kriminal yang dilakukan para pemuda di kota baru-baru ini. Topik pembicaraan mereka kemudian pindah kepada moralitas para pemuda di zaman itu. Mereka juga membandingkan moralitas para pemuda dengan para orang tua. Hampir semua mereka setuju dengan kesimpulan bahwa secara umum orang tua lebih bijaksana dan lebih baik daripada pemuda.
          Kemudian salah seorang dari mereka berkata, "meskipun orang tua lebih bijaksana dan lebih baik daripada pemuda, pemuda itu lebih kuat daripada orang tua."
       Sesudah berdiskusi singkat, semua orang yang hadir di situ setuju dengan pendapat itu, kecuali Nasrudin.

Saya Setengah Gila

Saya Setengah Gila
        Waktu itu adalah musim buah. Hampir semua orang di negeri itu menanam buah-buahan. Begitu juga Nsrudin. Ia memiliki banyak pohon anggur. Ia memetik dua keranjang anggur untuk dijualnya ke pasar. Ia meletakkan dua keranjangnya di atas keledainya dan ia bawa ke pasar.
         Hari itu terasa sangat panas. Sementara pasar yang dituju masih jauh. Ia pun berhenti dan minum di suatu tempat. Kemudian beberapa orang dengan membawa keledai-keledai yan g membawa anggur juga datang dan beristirahat di tempat yang sama. Sesudah makan siang mereka semua tidur. Sedangkan Nasrudin tidak tidur karena tidak mengantuk. Melihat orang-orang tersebut tidur, ia mendekati keledai-keledai mereka dan mengambil beberapa anggur milik mereka dan meletakkannya di keranjangnya.  

Kita pun Mampu Menjadikan Islam Bangkit

Kita pun Mampu Menjadikan Islam Bangkit
  Oleh: Luqman Hakim

    Setelah sekian lama Islam terpuruk, menempati peringkat terbawah dalam percaturan dunia, tersiar wacana bahwa Islam akan segera bangkit di berbagai penjuru dunia. Bahkan dikatakan, abad 20 ini merupakan abad kebangkitan Islam.
       Mengetahui hal tersebut, kita sebagai umat yang terlahir di abad ini, semestinya juga ikut memikirkan serta memperjuangkannya. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton setia, atau malah untuk sekedar “menonton” pun tidak mau. Na’udzubillah. Jangan sampai seperti itu.
           Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa ikut berperan serta?

Lihat Sejarah
 
       Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita melihat sejarah di mana Islam pernah merosot dan kemudian bisa bangkit kembali. Sejarah yang dimaksud di sini ialah, bagaimana umat Islam di masa Shalahudin Al-Ayyubi (1138-1193 M) bisa bangkit, padahal sebelum itu, umat Islam berada dalam keterpurukan.

Menjual Tangga

Menjual Tangga
          Ada sebuah kebun subur yang penuh dengan buah-buahan dekat dengan rumah Nasrudin. Nasrudin sendiri tidak punya pohon buah. Suatu hari ia melihat pohon-pohon buah itu mempunyai banyak buah yang masak. Dia ingin memetik beberapa buah darinya.
           Kemudian ia mengambil sebauh tangga dari peralatan gudangnya dan meletakkannya pada sebuah tembok yang melindungi kebun itu. Dengan cepat ia menaiki tangga itu. Ketika berada di atas tembok, ia menarik tangga itu ke atas dan meletakkannya pada sisi lain dari kebun itu.

     Ketika ia hampir meloncat ke tanah, pemilik kebun itu datang. Ia berteriak, "apa yang sedang kamu kerjakan di sini?" 

Disiapkan dalam Keadaan Terburu-buru

Disiapkan dalam Keadaan Terburu-buru
      Salah satu tetangga Nasrudin mengadakan pesta. Ia mengundang semua tetangganya. Namun, Nasrudin yang juga tetangganya tak mendapatkan surat undangan. Ia pun menunggu dan menunggu, tapi undangan itu tak kunjung datang. Ia merasa sangat kecewa.

    Pesta pun dimulai. Banyak tamu yang berdatangan. Nasrudin hanya bisa melihat mereka dari kejauhan. Ia berpikir mencari ide bagaimana caranya agar ia bisa ikut pesta itu. Akhirnya ia tersenyum karena mendapatkan ide cemerlang.

Kucing yang Mana?

Kucing yang Mana?
       Meskipun Nasrudin hanyalah laki-laki miskin, tapi ia sangat menyukai ikan yang pada waktu itu harganya sangat mahal. Untuk bisa membeli ikan, ia menabung sejumlah uang selama 3 bulan. Setelah dirasa cukup, ia pergi ke pasar dan membeli ikan seberat 2 kilogram.
     Ia pun membawa ikan-ikannya ke rumah. Sesampai di rumah, ia berkata kepada istrinya, "Sayangku, baru saja aku membeli 2 kilogram ikan. Saya akan mengundang teman-temanku untuk makan malam di sini. Mereka juga sangat menyukai ikan sebagaimana kita. Mereka telah seringkali mengundang kita makan, sedangkan kita belum pernah mengundang mereka. Jadi, masaklah ikan itu dan saya akan mengundang mereka".
     Pada pukul tujuh malam, Nasrudin kembali ke rumah dengan membawa teman-temannya. Nasrudin mengajak mereka ke meja makan. Namun alangkah terkejutnya Nasrudin, karena di atas meja tidak ada seekor ikan pun.

Mengintip Bahaya Pluralisme Agama

Mengintip Bahaya Pluralisme Agama
Oleh: Luqman Hakim   

     Para penggagas pluralisme agama sebenarnya memiliki “tujuan baik”, yaitu terwujudnya suatu kedamaian global yang berkeadilan di atas bumi. Dengan mengikuti paham ini, diharapkan semua ummat manusia dengan latar belakang agama yang berbeda bisa saling menghormati dan menghargai sehingga dunia akan damai.

       Namun ada satu hal yang harus ditegaskan, bahwa perjalanan teori ini ternyata telah semakin jauh dari tujuan yang dicanangkan. Bahkan kalau ditelaah lebih dalam, paham ini merupakan paham yang berbahaya. Maka tidak mengherankan kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian menfatwakan bahwa paham pluralisme agama merupakan paham yang haram, sesat dan menyesatkan.

      Coba kita telaah pengertian pluralisme terlebih dahulu. Dalam buku “Liberalisasi Pemikiran Islam”, Hamid Fahmi Zarkasyi memaparkan bahwa istilah pluralisme dipahami sebagai doktrin yang berpandangan bahwa tidak ada pendapat yang benar atau semua pendapat adalah sama benarnya (no view is true, or that all view are equally true). Kemudian, definisi dan konsep ini diterapkan pada agama dan menjadilah pluralisme agama.