Fatwa yang Membunuh

Fatwa yang Membunuh
Sebagian sahabat nabi keluar dari rumah  untuk melakukan safar. Salah seorang dari mereka kepalanya tertimpa batu hingga terluka. Ia kemudian mimpi basah sehingga berada dalam kondisi junub. Ia ingin bertayammum agar tidak ada air yang mengenai lukanya, sehingga nantinya akan menyakiti dirinya sendiri.

Ia kemudian bertanya kepada teman-temannya: “Apakah kalian mendapati dalam diri saya sebuah rukhshoh (keringanan) dengan cara bersuci melalui tayammum?

Mereka menjawab; “Kami tidak menemukan dalam diri kamu memiliki udzur. Kamu juga mampu menggunakan air dalam bersuci”.

Mendengar jawaban tersebut, laki-laki itu mandi junub menggunakan air. Ternyata air itu mengenai lukanya yang berujung kepada kematian.

Tatkala kembali menghadap nabi Saw, mereka menceritakan kasus meninggalnya salah seorang dari mereka lantaran mandi junub menggunakan air, sementara lukanya masih belum kering.

Nabi Saw kemudian bersabda, “Mereka telah membunuhnya dan Allah membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya terlebih dahulu jika memang belum mengetahui. Obat ketidaktahuan adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum, yaitu mengusap kain yang menjadi penutup lukanya, kemudian membasuh seluruh tubuhnya”. (HR. Abu Daud).

Kisah ini memberi petunjuk kepada kita bahwa hendaknya kita tidak berbicara dalam urusan agama hingga mengetahui perkara itu dengan pemahaman sempurna. Jika tidak, sebaiknya kita menyerahkan urusan tersebut kepada ahli agama dan ahli fikih, lalu kita tanyakan kepada mereka apa yang tidak kita ketahui.

.

NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Bersuci ” dengan sub judul  “Fatawaa Qooilatun”


Surabaya, 5 Juni 2016