Sebagian
sahabat nabi keluar dari rumah untuk
melakukan safar. Salah seorang dari mereka kepalanya tertimpa batu hingga
terluka. Ia kemudian mimpi basah sehingga berada dalam kondisi junub. Ia ingin
bertayammum agar tidak ada air yang mengenai lukanya, sehingga nantinya akan
menyakiti dirinya sendiri.
Ia
kemudian bertanya kepada teman-temannya: “Apakah kalian mendapati dalam diri
saya sebuah rukhshoh (keringanan) dengan cara bersuci melalui tayammum?
Mereka
menjawab; “Kami tidak menemukan dalam diri kamu memiliki udzur. Kamu juga mampu
menggunakan air dalam bersuci”.
Mendengar
jawaban tersebut, laki-laki itu mandi junub menggunakan air. Ternyata air itu
mengenai lukanya yang berujung kepada kematian.
Tatkala
kembali menghadap nabi Saw, mereka menceritakan kasus meninggalnya salah
seorang dari mereka lantaran mandi junub menggunakan air, sementara lukanya
masih belum kering.
Nabi
Saw kemudian bersabda, “Mereka telah membunuhnya dan Allah membunuh mereka.
Mengapa mereka tidak bertanya terlebih dahulu jika memang belum mengetahui.
Obat ketidaktahuan adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum,
yaitu mengusap kain yang menjadi penutup lukanya, kemudian membasuh seluruh
tubuhnya”. (HR. Abu Daud).
Kisah
ini memberi petunjuk kepada kita bahwa hendaknya kita tidak berbicara dalam
urusan agama hingga mengetahui perkara itu dengan pemahaman sempurna. Jika
tidak, sebaiknya kita menyerahkan urusan tersebut kepada ahli agama dan ahli
fikih, lalu kita tanyakan kepada mereka apa yang tidak kita ketahui.
.
NB: terjemahan dari kitab silsilatul
adab pada bab “Adab dalam Bersuci ” dengan
sub judul “Fatawaa Qooilatun”
Surabaya, 5 Juni 2016