Sungguh aku telah mengalami
sebuah peristiwa yang membuatku semakin sadar bahwa Allah itu benar-benar ada
dan Dia akan selalu menolong hamba-Nya yang meminta tolong. Bagiku tak berguna
teori orang-orang Barat modern yang menyangsikan kekuatan doa. Mungkin bagi
mereka doa tak ada gunanya. Tapi bagiku, doa merupakan sebuah keajaiban yang tak ada tandingannya. Aku masih ingat sebuah
hadits nabi yang menyatakan bahwa doa merupakan senjata untuk merubah takdir.
Buktinya, aku merasakan sendiri betapa senjata bernama doa ini memiliki kekuatan yang
sangat dahsyat.
Kejadian ini berawal dari
keinginanku merantau ke sebuah tempat asing di sebuah pedalaman, tepatnya di
Sorong, Papua untuk bekerja. Dengan berat hati aku minta izin kepada kedua
orangtua agar bisa pergi ke sana. Dengan mata berkaca-kaca ibu dan ayah
melepaskan kepergianku sambil berpesan
agar aku tak meninggalkan ibadah terutama shalat.
Sesampai di Papua, aku pun
bekerja dengan sungguh-sungguh. Aku bekerja tak mengenal waktu. Namun aku tak
mengikuti pesan orang tua agar menjaga amal ibadahku. Yang ada dalam pikiranku
hanyalah kerja, kerja, dan kerja.
Sampai suatu ketika, aku bersama
empat orang teman bercengkerama dan bersenda gurau di sebuah warung kopi. Saat
itu tiba-tiba muncul beberapa orang yang berasal dari suku pedalaman Papua yang
masih mengenakan pakaian ala kadarnya (koteka). Sontak tanpa dipandu kami
menertawakan mereka yang dalam pandangan kami primitif dan terlihat lucu.
Melihat kami tertawa, mereka pun
merasa tersinggung dan langsung memukul-mukul mulut mereka sambil berteriak
dengan bunyi khas. Ternyata yang mereka lakukan adalah sebuah kode agar teman-teman
mereka berkumpul untuk membantu. Kami sangat terkejut karena dalam waktu yang
singkat puluhan laki-laki dengan penampilan yang sama dilengkapi persenjataan lengkap
berkumpul dan langsung mengejar kami.
Tanpa berpikir panjang kami pun
lari secepat mungkin. Aku sendiri berlari tanpa berpikir harus pergi ke mana.
Nahasnya, aku terpisah dengan teman-temanku dan terjebak di sebuah pantai. Saat
itu aku bingung. Sebab jika aku terus berlari, maka laut siap menenggelamkanku.
Saat itulah aku memutar badan untuk berlari mencari arah yang lain. Aku
terperanjat karena saat aku berbalik, puluhan laki-laki papua sudah mengelilingiku.
Panah-panah sudah mereka arahkan ke badanku.
Aku hanya bisa pasrah. Bayangan
kematian sudah di depan mata. Tak ada lagi tempat untuk berlari. Aku memejamkan
mata karena merasa sangat takut. Buliran bening tanpa terasa jatuh di atas pipiku.
Tiba-tiba aku teringat kepada Allah dan segala kelalaianku selama ini. Aku
begitu jauh dari-Nya. Banyak perintah-Nya yang aku lalaikan, sementara
larangan-Nya banyak yang aku terjang. Di tengah kemelut yang melanda, aku
berdoa kepada Allah, “Ya Allah, tolong selamatkan hamba-Mu ini. Kalau masih
diberi kesempatan hidup, aku berjanji akan lebih taat kepada-Mu”.
Tanpa disangka-sangka, tiba-tiba
kepala suku berteriak menyuruh anak buahnya menurunkan anak panah dan
melarang membunuhku. Belum reda rasa
heranku, mereka malah mendekat dan satu persatu menyalamiku sambil menunjukkan
muka yang ceria dan bersahabat.
Subhanallah, Maha Kuasa Allah.
Pertolongan-Nya sungguh nyata. Aku pun berpikir, betapa sayangnya Allah
kepadaku. Diriku yang penuh dosa dan sering melalaikan perintah-Nya masih mendapatkan
pertolongan-Nya.
Aku pun menceritakan kisah ini
kepada orangtuaku. Dan ternyata, ibuku juga bercerita bahwa pada waktu yang
sama dia juga berdoa atas keselamatanku. Karena tiba-tiba dia merasa bahwa diriku berada dalam bahaya.
Subhanallah. Ternyata pertolongan Allah tidak hanya disebabkan oleh doaku,
melainkan karena doa ibuku.
Sejak itulah aku tak
henti-hentinya selalu minta doa kepada orang tua setiap kali bertemu. Aku juga
terus berusaha memperbaiki diri, dan selalu mengingat pesan-pesan kedua orangtuaku
untuk selalu menjaga ketaatanku kepada
Allah serta tak lagi melalaikan perintah-Nya, terutama shalat.
(Seperti diceritakan Andi Irham
kepada Luqman Hakim)
NB: Tulisan ini dimuat di majalah Mulia edisi Januari 2015 dengan judul "Allah Memberiku Kesempatan Hidup di Saat maut Sudah di Depan Mata". Semoga bermanfaat :)
Surabaya, 9 Januari 2015
Surabaya, 9 Januari 2015
0 Response to "Karena Doa, Nyawaku Terselamatkan"
Posting Komentar
Jangan lupa komen di sini ya :-)