Tentang Kalamullah, Taqwallah, dan Allahul Malik

            Alhamdulillah sobat…akhirnya Allah menganugerahkan kembali kepada saya untuk menulis di blog ini, di bulan penuh mulia ini, bulan Ramadhan 1432 H.

          Kembali saya ingin menuliskan tentang apa-apa yang saya dapatkan dari pengajian kitab “Silsilatu Adab” karangan Abdul Aziz Sayyid Hasyim.

          Kali ini, ustadz Haidar mengupas tentang adab kepada Allah. Di antara topik yang dipaparkan adalah tentang kalamullah (firman Allah), taqwallah (bertaqwa/takut kepada Allah), dan Allaahul Malik (Allah yang Maha Menguasai).

Kalamullah
 
       Baiklah, saya ingin menuliskan tentang kalamullah (firman Allah) terlebih dahulu. Dalam topik ini, ustadz Haidar membacakan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (Para Ulama sepakat atas keshahihan hadits yang diriwayatkan oleh 2 ulama hadits terkenal ini).

        Dzaata yaumin…Suatu ketika, Nabi Sallallaahu’alaihi wasallam bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud – Semoga Allah meridhainya- : “Bacalah Al-Quran untukku”. Maka Abdullah bin Mas’ud pun berujar: “Wahai Rasulullah, Apakah aku akan membacakan Al-Quran kepada engkau, sementara Al-Quran diturunkan kepada engkau”. Rasulullah pun menjawab: “Sesungguhnya saya suka mendengarkan bacaan Al-Quran dari selainku”. Maka Abdullah bin Mas’ud pun membaca Al-Quran surat An-nisa’. Ketika sampai pada ayat: “Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.”(QS. An-nisa’:41). Maka Rasulullah bersabda: “cukup..cukup….”Maka Abdullah bin Mas’ud pun menoleh ke beliau, dan ia melihat Rasulullah sedang menangis dan dari kedua mata beliau bercucuran air mata.

           Diterangkan oleh ustadz Haidar, bahwa adab seorang muslim atas Allah ialah suka mendengarkan kalamullah, yaitu bacaan Al-Quran. Ia pun berpesan, kalau misalnya ada tadarusan, maka ketika ada orang lain membaca Al-Quran hendaklah didengarkan. Jangan ngomong sendiri. Atau, jangan selesai membaca Al-Quran lalu mundur ke belakang dan tidak mendengarkan.

Taqwallah
 
           Selanjutnya, ketika menjelaskan tentang takwa (takut) kepada Allah, ustadz Haidar pun membacakan sebuah cerita yang ada dalam kitab. 

          Cerita ini bersumber dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Jadi, tidak perlu diragukan kebenaran cerita ini.

           Suatu ketika ada 3 orang laki-laki yang masuk gua untuk menginap di sana. Tiba-tiba, ada batu besar yang jatuh dari atas gunung dan menutupi pintu gua. Mereka pun berusaha mendorong batu itu agar bisa bergeser sehingga mereka bisa keluar dari gua itu. Namun usaha mereka sia-sia karena batu besar itu tak bergeser sedikitpun. 

           Maka mereka pun menghadap Allah dan berdoa kepada-Nya dengan perantara amal sholeh mereka. Satu-persatu di antara mereka berdoa kepada Allah. Ketika orang pertama dan kedua berdoa, Allah mengabulkan. Batu besar itu bergeser sedikit namun mereka tetap tidak bisa keluar, karena celah yang ada belum cukup untuk badan mereka. Maka orang ketiga pun juga berdoa. Dia berdoa kepada Allah dengan perantara amal yang telah dia lakukan. 

           Dulu, dia sangat mencintai putri pamannya (sepupunya). Ketika si perempuan ini tertimpa musibah beruba kelaparan dan butuh akan harta (makanan), ia datang kepadanya untuk minta harta kepadanya. Maka ia sepakat tapi dengan syarat, si perempuan ini mau bersenang-senang (berzina) dengannya. Si perempuan ini pun menolak dan berlalu dari hadapannya. Namun karena ia tidak menemukan seorang pun yang memberinya harta (makanan), ia pun kembali kepadanya dengan keterpaksaan. Maka tatkala laki-laki ini mengunci pintu, si perempuan mengingatkannya akan Allah dan berkata kepadanya: “Takutlah kamu kepada Allah”. Maka ia pun ingat kepada Allah dan kembali ke jalan yang benar. Ia tidak jadi berzina kepada perempuan yang sangat ia cintai itu, padahal ia sudah punya kesempatan dan kemampuan. Ia malah memberikan harta kepada si perempuan tanpa meminta imbalan apapun. Ini dilakukannya karena takut kepada Allah.

         Ia pun berdoa kepada Allah: “Ya Allah…jika saya mengerjakan hal itu karena mengharapkan wajah-Mu, maka keluarkanlah kami dari gua ini.” Maka Allah mengabulkan doanya dan batu besar itu pun bergeser sehingga mereka bertiga bisa keluar dari gua tersebut.

          Terhadap cerita ini ustadz zhaidar berkomentar, “inilah buah dari takut kepada Allah”. Ustadz Haidar pun menjelaskan bahwa ada 2 hal yang bisa menjadi perantara (wasilah) dalam berdoa kepada Allah. Yang pertama ialah dengan menyebut asma wa sifatullah (nama-nama dan sifat-sifat Allah), dan yang kedua adalah dengan menyebutkan amalan shaleh sebagaimana dilakukan 3 orang laki-laki tadi.

Allaahul Malik
 
     Adapun yang ketiga ialah tentang kemahakuasaan Allah. Lagi-lagi, di sini ustadz Haidar membacakan cerita yang tertuang di kitab silsilatul kitab. 

      Diceritakan bahwa tatkala kaum muslimin telah menaklukkan Mesir dengan kepemimpinan ‘Amru bin ‘Ash, yaitu setelah beberapa lama, air sungai nil berkurang.

        Maka orang-orang Mesir mendatangi ‘Amr bin ‘Ash untuk meminta izin mengerjakan tradisi tahunan mereka (tradisi yang mereka lakukan ini ialah dengan menghadirkan gadis cantik, lalu dipakaikan pakaian terbaik kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke sungai nil). Atas permintaan izin ini, “amr bin ‘Ash menolak (tidak mengizinkan). Ia pun mengirim surat kepada amiril Mu’minin (Umar bin Khattab) yang isinya mengabarkan tentang kejadian tersebut. Maka Amiril mu’minin pun membalas surat tersebut: “Kamu telah berbuat benar. Sesungguhnya Islam telah menghancurkan tradisi sebelum kedatangannya." Amiril mu’minin juga mengirim surat yang ditujukan kepada sungai nil.

       Isi surat tersebut ialah: “Dari amiril mu’minin kepada sungai nil penghuni Mesir. Jika engkau yang menjadikanmu mengalir, maka janganlah engkau mengalir. Tapi jika Allah yang membuatmu mengalir maka Dia akan membuatmu mengalir. Maka akan memohon kepada Allah agar membuatmu mengalir”.

      ‘Amr bin ‘Ash kemudian melemparkan surat tersebut ke sungai nil. Maka kemudian Allah menjadikan sungai nil mengalirkan air sampai air itu banyak dan penuh.

      Dari cerita ini, ustadz Haidar mengingatkan tentang kekuasaan Allah, dan juga larangan meminta-minta kepada selain Allah, seperti membuat sesajen-sesajen sebagaimana banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini, katanya, adalah perbuatan syirik dan dilarang dalam Islam.

       Baiklah sobat…udah dulu ya…semoga tulisan ini bermanfaat, dan semoga saya bisa lebih banyak menyebarkan ilmu.


Senin, 22 Agustud 2011



0 Response to "Tentang Kalamullah, Taqwallah, dan Allahul Malik"

Posting Komentar

Jangan lupa komen di sini ya :-)