Berkenalan dengan Ekonomi Sosialisme

-->

Oleh: Luqman Hakim

Berbicara sistem ekonomi di dunia, maka akan kita temukan salah satu sistem yang juga digunakan oleh sebagian negara, yaitu sistem ekonomi sosialisme. Sistem ini lahir sebagai reaksi atas sitem ekonomi kapitalisme yang berkembang di Barat. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat berbagai hal mengenai sistem ekonomi sosialisme.
 Digagas karl Max

 Sistem ekonomi ini  digagas pertama kali oleh Karl Max.  Tokoh yang dilahirkan pada tahun 1818 di kota Trier, Jerman ini  merasa resah ketika melihat kehidupan yang terjadi pada masanya yang dikuasai oleh paham kapitalisme.  Ia melihat terdapat kesenjangan antara orang miskin dan orang kaya. Kaum borjuis (orang kaya dalam istilah Marx) pada masa itu sangat berperan kuat dalam pemiskinan masyarakat Proletar (orang miskin). Di banyak tempat dijumpai pemiskinan ekonomi oleh orang-orang bermodal (kapital) atas kaum proletar itu sendiri.

Mengenal Pengusung Rasionalisme, Empirisme, dan Kritisisme

-->

Oleh: Luqman Hakim



            Berbicara sejarah peradaban Barat, tidak dapat dipisahkan dengan aliran filsafat yang berkembang di sana. Di antara aliran filsafat yang terkenal sejak zaman modern (yaitu zaman yang dimulai sejak abad 16 M), ialah rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. Ketiga aliran filsafat tersebut tentu saja tidak akan lahir tanpa ada pendiri ataupun pengusungnya. Tokoh Barat yang disebut-sebut sebagai pendiri ketiga paham tersebut ialah Rene Descartes, John Locke, dan Immanuel Kant. Di bawah ini penulis paparkan  ulasan singkat mengenai profil serta pemikiran ketiga tokoh tersebut disertai perbandingan pemikiran mereka dengan Islam.


Descartes dan Rasionalisme

Filsuf Barat bernama lengkap Rene Descartes ini dilahirkan di Prancis pada 1596 M. Ia mengambil bidang hukum di perguruan tinggi bernama Universitas Poitiers. Sebagai mahasiswa yang cerdas, Descartes merasa bahwa banyak argumen yang dikemukakan otoritas-otoritas yang dipelajarinya ternyata tidak valid, sehingga ia sering merasa tidak tahu apa yang harus dipercayainya. 

Nabi Muhammad di Mata Orientalis

Oleh: Luqman Hakim
   
Ketika umat Islam membicarakan sosok Nabi Muhammad Saw, maka hampir bisa dipastikan beliau dinilai sebagai sosok yang mulia, maksum, dan contoh terbaik bagi ummat manusia. Beliau juga dinilai sebagai manusia pilihan dan Nabi terbaik sepanjang sejarah. Begitu banyak buku-buku yang telah terbit menceritakan kesempurnaan sosok beliau.

     Akan tetapi, hal itu tidak selalu berlaku bagi para orientalis, yaitu orang-orang (sarjana-sarjana) Barat yang mendalami dunia Timur. Lantas, seperti apakah sosok beliau dalam pandangan para orientalis tersebut? Dan, bagaimana kah sikap yang seharusnya kita ambil?

Penuh Kebencian 

     Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak para orientalis memandang sinis atas Rasulullah Saw. Bahkan, tidak jarang kata-kata pelecehan dan penghinaan keluar dari lisan mereka. 

Pentingnya Kehatia-hatian dalam Bersumpah

Sobat…

      Mugkin kita pernah mendengar ataupun melihat salah seorang teman kita yang sangat mudah mengucapkan “wallaahi”, “billaahi”, “demi Allah”, ataupun kalimat sumpah lainnya. Biasanya, ia melakukan demikian dalam rangka meyakinkan kita. 

      Jikalau nanti kita bertemu dengan seseorang yang demikian maka alangkah baiknya kita mengingatkannya untuk tidak mudah untuk bersumpah. Karena bisa jadi ia akan terperosok pada sumpah yang tidak pada tempatnya. Artinya, sebenarnya ia tidak perlu bersumpah untuk hal-hal yang sebenarnya sepele. 

        Kita juga perlu mengingatkannya apabila sumpah yang ia lakukan tidaklah dalam rangka kebenaran ataupun kemashlahatan. Atau dengan kata lain, sumpahnya sebenarnya mempunyai unsur kedzaliman dan tidak perlu dilakukan sumpah. 

        Pernah suatu ketika Rasulullah menegur sahabat yang bersumpah tidak pada tempatnya. Rasulullah mengingatkan, bahwa sumpah yang ia utarakan berlebih-lebihan dan tidak pada tempatnya, serta tidak memiliki kebaikan.  

Pembelaan Terhadap Fatwa MUI Mengenai Keharaman Pluralisme Agama


Oleh: Luqman Hakim


Judul    : Pluralisme Agama: Haram; Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak  Kontroversial  
Penulis  : Dr. Adian Husaini
Penerbit : Pustaka Al-Kautsar
Cetakan : Ketiga, November 2005
Tebal     : 130 + vi Halaman

      Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Juli 2005 tentang keharaman paham Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme (SIPILIS), telah menyebabkan bermunculannya protes serta penolakan atas fatwa ini  dari beberapa pihak. Mereka yang menolak fatwa ini adalah orang-orang yang selama ini mendukung bahkan aktif menyuarakan paham ini seperti Ulil Abshor Abdalla dari Jaringan Islam Liberal (JIL), Johan Effendi dari Indonesian Conference religion and Peace (ICRP), Syafii Anwar dari International Center for Islam and Pluralism (ICIP), dan lain-lain. 

        Di antara alasan penolakan mereka adalah; MUI telah salah dalam memahami pluralisme dengan mengartikannya sebagai paham yang menyamakan semua agama. Syafii Anwar selaku direktur International Center for Islam and Pluralism (ICIP) misalnya, menyatakan bahwa apa yang dilakukan MUI merupakan kesalahan besar karena telah memahami pluralisme sebagai paham yang menyamakan semua agama. Menurutnya, hampir tidak mungkin menyamakan semua agama. Inti pluralisme adalah bagaimana mengembangkan saling menghormati dalam perbedaan di antara agama-agama. (suaramerdeka.com/1/8/05).

       Menanggapi berbagai protes, penentangan, serta penolakan atas fatwa MUI ini, Adian Husaini menuliskan buku berjudul “Pluralisme Agama: Haram; Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial” ini. Di dalamnya berisi  penjelasan hakikat pluralisme agama serta berbagai bantahan atas argumen-argumen beberapa pihak yang menolak fatwa MUI.

Islamisasi Ilmu Menurut Al-Attas dan Al-Faruqi

   Oleh: Luqman Hakim
 
 Al-Faruqi                Al-Attas
  Ketika membahas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, maka tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan dua tokoh intelektual muslim dunia, yaitu Syed Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi. Keduanya disebut-sebut sebagai penggagas ‘proyek’ ini. Bahkan, keberadaan lembaga International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Malaysia dan International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Amerika Serikat tidak lepas dari ‘campur tangan’ mereka. ISTAC didirikan oleh Al-Attas, dan IIIT didirikan oleh Al-Faruqi. Lantas, bagaimana pandangan mereka terhadap gagasan Islamisasi ilmu? 

Titik Kesamaan 

     Baik Al-Attas maupun Al-Faruqi mempunyai asumsi yang sama ketika membicarakan ilmu. Ketika ditinjau dari sudut epistemologi (cara memperoleh ilmu / sumber ilmu) misalnya, bagi mereka ilmu tidaklah bebas dari nilai. Mereka juga yakin bahwa Tuhan (Allah) adalah sumber asal segala ilmu; dan bahwasanya ilmu adalah asas bagi keimanan dan amal sholeh.

Meraih Kesuksesan dengan “Program Hijrah”

Meraih Kesuksesan dengan “Program Hijrah”
Oleh: Luqman Hakim    

     Dzulhijjah telah berakhir; dan Muharram pun datang menyapa. Tahun kalender Hijriah pun beralih dari 1432 menuju 1433. Hal ini mengingatkan kita pada salah satu peristiwa terpenting dalam sirah Rasulullah, yaitu hijrahnya Nabi dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Apa hikmah yang bisa kita petik dari peristiwa ini?  

Makna Hijrah 

   Berbicara tentang hijrah, maka penting kiranya kita mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Hijrah bisa bermakna berpindah ke sesuatu yang lebih baik. Beralih ke tempat yang lebih baik, keadaan yang lebih baik, perbuatan yang lebih baik dan sesuatu lainnya yang lebih baik. Dan memang itulah yang dilakukan oleh Rasulullah pada 14 abad silam saat melakukan hijrah. 

     Perlu kita ketahui, bahwasanya setelah hijrah Nabi Muhammad SAW melakukan dua tindakan yang berdampak luar biasa. Inilah yang menjadi tonggak kebangkitan dan keberhasilan ummat Islam. Kedua tindakan tersebut ialah membuat program pembenahan, dan mengadakan perubahan

Urgensi Islamisasi Ilmu

Urgensi Islamisasi Ilmu
Oleh: Luqman Hakim  

        Ketika berbicara ilmu, kita akan menyatakan bahwa ia adalah sesuatu yang baik dan tidak bermasalah. Ilmu memiliki faedah yang sangat banyak. Dengan ilmu, memungkinkan bagi kita terlepas dari kebodohan, terangkis dari kemiskinan, dan kita pun juga bisa terselamatkan dari kobaran api neraka. Itulah ilmu. Banyak sekali manfaat yang terkandung di dalamnya. Bahkan dengan ilmu- yaitu terbentuknya tradisi ilmu-, peradaban Islam bisa kembali jaya di dunia. Lantas jika demikian halnya, mengapa ilmu harus diislamkan? Mengapa harus ada Islamisasi ilmu?
Akibat Westernisasi Ilmu 

    Pada dasarnya ilmu memang baik dan tidak mempunyai masalah. Ilmu mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, kita tidak bisa menampik kenyataan bahwa westernisasi (pem-Baratan) telah menyentuh segala bidang, termasuk dalam bidang disiplin keilmuan. Dampak yang dihasilkan tidak bisa dikatakan sepele, yaitu konsep ilmu kemudian menjadi rancu. Westernisasi telah menjadikan ilmu problematis. Sekalipun westernisasi telah menghasilkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun, tidak dapat dinafikan juga bahwa westernisasi ilmu telah menghasilkan ilmu yang telah merusak, khususnya spiritual kehidupan manusia. 

      Hal itu dikarenakan, epistemologi (cara memperoleh ilmu / sumber ilmu) Barat modern berangkat dari praduga-praduga, atau prasangka-prasangka, atau usaha-usaha skeptis (keraguan) tanpa didasarkan pada wahyu. Dengan begitu, ilmu pengetahuan Barat itu menghasilkan sains (ilmu pengetahuan) yang hampa akan nilai-nilai spiritual. Dan akhirnya, seperti disimpulkan Al-Attas, epistemologi Barat tidak dapat mencapai kebenaran [lihat: Syed Muhammad Naquib Al-Attas. 1995. Prolegomena to the Metaphysic of Islam: an Exposition of the Fundamental Elements of the World View of Islam. ISTAC. Kuala Lumpur. Hal. 117. Lihat juga: QS.10:36] 

Sikap Kita terhadap Hermeneutika

Sikap Kita terhadap Hermeneutika
Oleh: Luqman Hakim

       Akhir-akhir ini, istilah ‘hermeneutika’ ramai dibicarakan, terutama di kalangan akademisi di berbagai kampus Islam. Apalagi, metode tafsir ini sekarang mulai menjadi mata kuliah wajib dalam jurusan tafsir dan hadits di beberapa perguruan tinggi Islam di Indonesia. Padahal, ilmu penafsiran yang berasal dari tradisi di luar Islam ini dulunya tidak dikenal oleh para akademisi muslim. Lalu, bagaimana sikap kita terhadap konsep asing ini?

Cocok untuk Bible

     Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuin yang berarti ‘menafsirkan’. Istilah ini merujuk kepada seorang tokoh mitologis dalam mitologi Yunani bernama hermes (Mercurius). Hermes dikenal sebagai dewa yang bertugas menyampaikan pesan-pesan Dewa kepada manusia. 

     Dari tradisi Yunani, hermeneutika kemudian berkembang menjadi metodologi penafsiran Bible, yang di kemudian hari dikembangkan oleh para teolog dan filosof di Barat sebagai metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. 

Pentingnya Mengislamkan Ilmu Pengetahuan




  Oleh: Luqman Hakim
                                   

Judul : Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu


Penulis : Adnin Armas 

Penerbit : CIOS ISID, Ponorogo 

Cetakan : Pertama, Agustus 2007 

Tebal : 29+ xii halaman 



    Mengislamkan ilmu pengetahuan? Mungkin pertanyaan itu yang akan muncul ketika melihat judul di atas. Munculnya pertanyaan semacam itu adalah wajar, karena wacana ini memang belum lama didengungkan oleh beberapa pakar Islam seperti Prof. syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prof. Ismail Raji Al-Faruqi, dan lain-lain. Wacana itu timbul karena didapati kenyataan bahwa adanya westernisasi (pem-Baratan) ternyata membawa dampak yang tidak bisa dikatakan sepele, yaitu konsep ilmu menjadi rancu. Westernisasi telah menjadikan ilmu problematis. Sekalipun westernisasi telah menghasilkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun, tidak dapat dinafikan juga bahwa westernisasi ilmu telah menghasilkan ilmu yang telah merusak, khususnya spiritual kehidupan manusia. 

     Dalam buku berjudul “ Krisis Epistemologi dan Islamisasi ilmu” ini, Adnin Armas dengan rinci dan teliti memaparkan bahwasanya terdapat kerancuan (confusion) dalam konsep ilmu, jikalau epistemologi (cara memperoleh ilmu / sumber ilmu) Barat digunakan (h.1). Hal itu dikarenakan epistemologi Barat berangkat dari praduga-praduga, atau prasangka-prasangka, atau usaha-usaha skeptis (keraguan) tanpa didasarkan pada wahyu. Dengan begitu, ilmu pengetahuan Barat itu menghasilkan sains (ilmu pengetahuan) yang hampa akan nilai-nilai spiritual. Dan akhirnya, seperti disimpulkan Al-Attas, epistemologi Barat tidak dapat mencapai kebenaran (h.vii). 

Mewaspadai Serangan Hermeneutika dalam Penafsiran Al-Quran

Oleh: Luqman Hakim


 Judul : Hermeneutika dan Tafsir Al-quran 

Penulis : Adian Husaini dan Abdurrahman A-Baghdadi

Penerbit : Gema Insani, Jakarta 

Cetakan : Kedua, Mei 2008 

Tebal : iv+ 89 halaman 





        Hermeneutika adalah sebuah kata yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan, terutama di kalangan akademisi dan perguruan tinggi Islam. Kalau dilihat dari bahasa, istilah hermeneutika terdengar asing. Dan memang, hermeneutika lahir di Barat, tepatnya di Yunani. Hermeneutika yang bermakna tafsir ini awalnya digunakan di Yunani, lalu kemudian berkembang sebagai metodologi penafsiran Bibel oleh orang-orang Kristen di Barat.  

      Adalah wajar, menurut beberapa pakar, ketika hermeneutika diaplikasikan dalam menafsirkan bible. Akan tetapi ketika diaplikasikan ke dalam Al-Quran, hermeunetika memberikan masalah baru tersendiri. Hermeneutika memiliki perbedaan yang sangat besar dan mendasar dengan metodologi tafsir yang sudah mengakar kuat dalam tubuh umat Islam dari dulu sampai sekarang. 

      Dalam buku berjudul “Hermeneutika dan tafsir Al-Quran” ini, dijelaskan tentang seluk-beluk hermeneutika, dampaknya, dan juga bagaimana cara menafsirkan Al-Quran yang benar menurut ulama-ulama Islam. 

Al-Faruqi: Tauhid adalah Esensi Peradaban Islam


Oleh : Luqman Hakim


 Judul : Tauhid 
Penulis : Isma’il Raji Al-Faruqi 

Penerbit : Penerbit Pustaka, Bandung 

Tahun Terbit : 1409 H / 1988 M 

Tebal : 278+ xvi halaman 




           Berbicara tentang tauhid, maka kita sedang membicarakan perkara besar dalam agama Islam. Ia merupakan emas paling berharga dalam hidup seorang muslim. Tanpa tauhid, keislaman seseorang akan tercerabut dengan sendirinya. Oleh karena itu, sebagai muslim kita seyogyanya mempelajari lebih dalam mengenai tauhid serta berbagai penjelasan tentangnya dari para ulama. 

     Dalam buku Tauhid yang ditulis oleh Al-Faruqi ini, kita diajak mengarungi penjelasan tentang tauhid yang agak “berbeda” dengan buku-buku tauhid lainnya. Selain menemukan tulisan berupa ayat-ayat al-Quran serta hadits nabi, kita juga menjumpai berbagai penjelasan tauhid yang dipandang dari sisi sosial, seni, poiltik, dan lain-lain.  

Kesamaan dalam Spritualitas antara Laki-laki dan Perempuan

Kesamaan dalam Spritualitas antara Laki-laki dan Perempuan
     Puji syukur kami panjatkan kepada Allah, karena masih menganugerahkan karunianya kepada kami, sehingga bisa melanjutkan proses penterjemahan dari buku “Gender Equity In Islam”. Pada postingan pertama yang kami tulis pada 13 November lalu dengan judulBuku ini “Bernama” Gender Equity in Islam”, alhamdulillah kami telah menerjemahkan bagian pertama dari buku ini. Di sana diterangkan bahwa ada empat aspek terkait tentang posisi dan peranan wanita dalam masyarakat dilihat dari perspektif islam, yaitu aspek spiritual, ekonomi, sosial dan politik. 

            Pada postingan kali ini kami menyajikan bagian kedua dari buku tersebut. Bagian kedua ini berbicara tentang keadilan Islam memandang laki-laki dan perempuan dilihat dari aspek spiritual. Semoga bermanfaat.  

Agar Masuk Surga Tanpa Hisab dan Tanpa Azab

Agar  Masuk Surga Tanpa  Hisab dan Tanpa  Azab
Sobat…..

       Setiap orang pasti ingin masuk surga. Siapapun dia. Muslim maupun kafir. Namun  Allah sudah menetapkan bahwa  hanya muslim sajalah yang masuk surga. Orang yang ingkar terhadap ketuhanan Allah tidak berhak memasukinya. Itulah nikmat terbesar bagi kita selaku orang-orang yang Allah tetapkan menjadi insan beriman. Semoga kita bisa menjaga iman ini dalam dada kita hingga akhir hayat. Amiinnn.

Sobat....


     Sudah jelas alamat orang yang ketika menghembuskan nafas terakhir iman masih menancap kuat di dadanya, yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Namun yang  perlu diperhatikan adalah, tidak semua orang beriman langsung masuk surga.  Tergantung amalannya masing-masing. Ada yang dicebur  terlebih dahulu di neraka selama bertahun-tahun bahkan bermilyar-milyar tahun. Setelah seluruh tubuhnya gosong menghitam dan jalannya tertatih-tatih, baru dipindah ke surga. Ada juga yang masuk surga tapa "mencicipi" siksa neraka setelah dihisab (dihitung amalannya), ternyata amalan baik lebih banyak dari amalan jahat.

Mengenali Seluk Beluk Liberalisasi Pemikiran Islam

Oleh: Luqman Hakim

                                             
Judul : Liberalisasi Pemikiran Islam (Gerakan bersama 
Missionaris, Orientalis, dan Kolonialis)

Penulis : Dr. Hamid Fahmy Zarkasy

Penerbit : CIOS-ISID-Gontor

Cetakan : Pertama Agutus 2008

ISBN : 970-16650-3-6

Tebal : x + 316 halaman


        Akhir-akhir ini umat Islam di Indonesia dikejutkan dengan berbagai lontaran gagasan para pengusung paham sepilis (sekularisme, pluralism, dan liberalisme) yang terasa asing di telinga. Sebutlah misalnya, gagasan yang menyatakan bahwa lesbian dan homoseksual merupakan fitrah; dan oleh karenanya tidak benar kalau keduanya dikatakan perilaku menyimpang. 

       Gagasan lain yang seringkali mereka lontarkan adalah, semua agama yang ada di dunia sama saja. Tuhannya pun sama, hanya namanya saja yang berbeda. Lebih jauh lagi, mereka punya anggapan (bahkan keyakinan) bahwa di surga nanti akan ada umat Islam, umat Kristen, umat Hindu, dan para penganut agama yang lain. Mereka semua hidup bahagia di surga. Dan masih banyak gagasan-gagasan “aneh” lain yang tak pernah ada sebelumnya.

      Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa gagasan-gagasan tersebut bisa muncul? Dan, kenapa paham-paham yang merusak sendi-sendi agama Islam tersebut bisa masuk ke dalam pemikiran Umat Islam?

     Dalam buku berjudul “Liberalisasi Pemikiran Islam” yang ditulis oleh Dr. Hamid Fahmi Zarkasy, diungkap dengan rinci mengapa paham-paham yang merusak akidah umat tersebut bisa masuk ke dunia Islam dan siapa yang “mengekspornya”.

Buku ini “Bernama” Gender Equity in Islam

      Dewasa ini, paham yang menuntut kesetaraan gender, feminisme, telah merambat ke dunia Islam. Padahal, awalnya ia hanyalah produk Barat yang lahir disebabkan kondisi sosial di sana yang mendiskreditkan perempuan. 

      Di Barat, sebelum abad 19 para perempuan masih tertindas. Ketika ada pertemuan di gereja, misalnya, perempuan dilarang berbicara. Kalau mereka mau bertanya, disarankan bertanya kepada suaminya di rumah. Mereka juga tidak punya hak suara dalam pemilihan umum. 

    Selain itu, ada anggapan bahwa perempuan itu adalah makhluk yang tidak rasional. Bahkan, ada yang ragu apakah perempuan itu manusia atau bukan. Uniknya, perlakuan Barat semacam ini didasarkan pada kitab suci mereka (bible). 

     Para wanita di Barat kemudian protes terhadap perlakuan ini. Mereka tidak terima. Kemudian, lahirlah gerakan feminisme di Barat yang menuntut kesetaraan dengan kaum laki-laki. Mereka tidak mau lagi ditindas dan dinomorduakan.

Ketika Rasa Sakit Menyapa

Ketika  Rasa Sakit  Menyapa
Sobat…..

     Apa yang akan kita lakukan ketika rasa sakit menerpa? Berdiam diri dan menunggu sampai sembuh, pergi ke rumah sakit, menemui dukun, atau apa?

Sobat….

     Dalam agama Islam, kita diperintahkan untuk berupaya dan berupaya agar kita bisa kembali sembuh. Ya, kita diperintahkan. Kita bisa pergi ke rumah sakit, atau membeli obat di toko terdekat. Semua itu adalah bentuk usaha kita.

     Namun ada satu hal yang tidak boleh lepas dari itu semua. Yaitu, kita haruslah tetap yakin bahwa sang penyembuh adalah Allah. Bukan dokter dan juga bukan obat yang menyembuhkan kita, melainkan Allah. Sekali lagi, Allahlah sang penyembuh. Dialah As-syafii, Yang Maha Menyembuhkan. Kita harus yakin itu.

Meneropong Sejarah Keagamaan Perempuan di Amerika

 
 Oleh: Luqman Hakim

     





Judul                   : Women, Gender, and Religion in
                                the Early Americas

Pengarang           : Janet Moore Lindman

Penerbit               : Blackwell Publishing Ltd

Tahun terbit       : 2010






        Timbulnya gerakan feminisme di Barat menarik untuk dikaji. Gerakan ini lahir dari ketertindasan kaum perempuan di Barat yang masih terjadi sampai abad 19. Mereka menuntut kesetaraan gender, yang menurut mereka selama ini terdapat ketidakadilan. Uniknya, mereka menganggap penyebab ketertindasan mereka berasal dari konsep agama mereka sendiri yang patriarkis. Maka tidak mengherankan jika kaum feminis menjadi “penentang” utama ajaran agama mereka. Dan parahnya, gerakan ini kemudian “diekspor” ke dunia Timur, termasuk ke dunia Islam. Maka kemudian, banyak orang-orang Islam sendiri yang kemudian ikut-ikutan “menentang” ajaran agama Islam. Tentunya ini membahayakan. 

    Oleh karena itulah, penting kiranya kita mengetahui sejarah lahirnya gerakan feminism di Barat dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya.
--> Dengan mengetahui seluk-beluk perjalanan gerakan ini, kita bisa mengetahui secara lebih luas tentang dunia feminisme, sehingga kita bisa merespon dengan baik isu-isu feminisme di dunia Islam.

    Untuk mengetahui banyak hal tentang dunia feminisme di Barat; kita bisa membaca karya-karya mereka yang telah dipublikasikan dalam bentuk makalah, jurnal, buku, skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lainnya.

Allah Maha Kuasa

Allah Maha Kuasa
      Alhamdulillah sobat…..saya masih sempat untuk memposting lanjutan terjemahan dari kitab Silsilatul Adab. Awalnya saya sempat khawatir tidak bisa melanjutkan postingan untuk hari ini karena ada hal lain yang harus dilakukan. Tapi Alhamdulillah, ternyata Allah memudahkan urusanku. 

   Baiklah, tulisan di bawah ini merupakan terjemahan dalam sub judul Allaahu Maalik (Allah Maha Kuasa). Semoga bermanfaat.


Allah Maha Kuasa

      Tatkala kaum muslimin telah menaklukkan Mesir dengan kepemimpinan ‘Amru bin ‘Ash, yaitu setelah beberapa lama, air sungai nil berkurang.

      Maka orang-orang Mesir mendatangi ‘Amr bin ‘Ash untuk meminta izin mengerjakan tradisi tahunan mereka (tradisi yang mereka lakukan ini ialah dengan menghadirkan gadis cantik, lalu dipakaikan pakaian terbaik kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke sungai nil).


    

Sikap Sahabiyah ketika Ayat Hijab Turun

Sikap  Sahabiyah ketika Ayat Hijab Turun
Sobat…..

     Para sahabat adalah contoh utama setelah Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah figur-figur yang memiliki banyak sumber hikmah untuk kita teladani.

      Tulisan di bawah ini adalah sebuah contoh, di mana para wanita di zaman rasulullah sallallaahu ‘alaihi wasallam memiliki ketaatan yang tinggi terhadap perintah Allah subhaanahu wata’alaa. Mereka membenarkan kitab Al-Quran dengan sebenar-benarnya. Keimanan mereka luar biasa. Ketika datang ayat tentang hijab kepada mereka, maka mereka pun segera mencari kain untuk menghijabi tubuh mereka sesuai dengan perintah Allah subhaanahu wata’alaa. Mereka tak banyak tanya dan tak banyak beralasan. 

      Baiklah, inilah sebuah hadits yang menceritakan hal tersebut. Tulisan ini merupakan terjemahan dari kitab “Silsilatul Adab” pada bab “Adab kepada Allah” dengan sub judul “Tasdiiqul Kitab (membenarkan kitab)”. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Amiin.

Takwa Kepada Allah

Takwa Kepada Allah
Sobat…

Di bawah ini adalah postingan ke-7 dari label “Kitab Silsilatul Adab”. Tulisan ini merupakan terjemahan dari kitab Silsilatul Adab pada bagian pertama (Adab kepada Allah) pada sub judul Takwallah (takwa kepada Allah) di halaman 5. Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran berharga dari tulisan ini. Amiin.




Takwa Kepada Allah

           Suatu ketika ada 3 orang laki-laki yang masuk gua untuk menginap di sana. Tiba-tiba, ada batu besar yang jatuh dari atas gunung dan menutupi pintu gua. Mereka pun berusaha mendorong batu itu agar bisa bergeser sehingga mereka bisa keluar dari gua itu. Namun usaha mereka sia-sia karena batu besar itu tak bergeser sedikitpun. 

Kalam (Firman) Allah

Kalam (Firman)  Allah
         Alhamdulillah sobat, tak terasa tulisan yang saya posting di label “Kitab Silsilatul Adab” ini sudah ada 6 tulisan (postingan). Tulisan ini merupakan postingan yang ke-7. Semoga saya istiqomah menulis di sini. 

       Sebagaimana saya tuliskan di postingan pertama pada label “Kitab Silsilatul adab", yaitu tulisan berjudul: “Sobat…ini Tentang Mimpi”, yang inti tulisan tersebut adalah saya punya impian untuk menjadi penerjemah, maka dalam tulisan ini saya akan menegaskan bahwa saya akan berusaha konsisten untuk mencapainya. Saya akan upayakan menerjemah sedikit demi sedikit. Sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi bukit. Perlahan-lahan namun pasti. IsyaAllah Allah akan menolong. InsyaAllah saya akan benar-benar menjadi penerjemah.

         Baiklah, tulisan bercetak tebal di bawah ini adalah terjemahan dari kitab Silsilatul Kitab. Tulisan ini merupakan sub judul dari bab “Adab Kepada Allah” yang ditulis oleh Abdul Aziz Sayyid hasyim. Semoga bermanfaat, dan semoga tulisan ini akan mengantarkan saya untuk menjadi penerjemah. Amiiiiin.

Janji Allah

Janji Allah
Sobat….

   Mati syahid adalah dambaan setiap insan yang beriman. Banyak kemuliaan yang didapatkan dengan mati syahid. Namun untuk meraihnya tidaklah semudah membalikkan tangan. Ia harus rela mengorbankan hal yang paling dicintai dalam hidupnya, yaitu nyawa. 

         Adalah sahabat nabi Anas bin Nadhar yang Allah takdirkan mendapatkankemuliaan tersebut. Bahkan, kematiannya menjadi asbabun nuzul diturunkannya surat al-Ahzab ayat 23. 

       Berikut kisahnya yang saya nukilkan dari kitab Silsilatul Adab pada halaman 4 dalam sub judul “’Ahdullah”, “Janji Allah”. Semoga bermanfaat. Amiin.


Janji Allah

      Sahabat nabi yang mulia, Anas bin an-Nadhar tidak ikut serta dalam perang badar. Ia pun berkata kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah, saya Aku tidak sempat bergabung dalam peperangan pertama melawan orang-orang musyrik. Sekiranya Allah memberi kesempatan kepadaku untuk melawan orang-orang musyrik, tentu Allah Maha Melihat apa yang aku perbuat dalam perang itu”.

Meneladani Tiga “ Tokoh Idul Adha”

Meneladani Tiga “ Tokoh Idul Adha”
Oleh: Luqman Hakim
  
   Takbir, tahmid, dan tahlil menggema di segala penjuru. Pada Ahad 6 November 2011 kemarin, umat muslim di berbagai dunia bersuka cita merayakan salah satu hari raya mereka, yaitu idul adha. 

     Berbicara hari raya idul adha, kita diingatkan pada tiga sosok penting dalam sejarah manusia. Mereka adalah nabi Ibrahim, siti hajar, dan nabi Ismail. Tidak berlebihan kiranya kalau kita hendaknya mengharuskan diri berupaya meneladani mereka. Bagaimana bentuk nyata dalam proses meneladani tiga tokoh dunia ini?


Bukan Bapak Rasionalis


Sebelum membahas lebih dalam tentang bagaimana meneladani tiga “tokoh idul adha” tersebut, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu salah satu tokohnya, nabi Ibrahim. Ia pantas dijadikan sebagai teladan oleh kaum muslim, karena ia adalah bapak tauhid. Ia bukan bapak rasionalis sebagaimana dituduhkan sebagian cendekiawan. 

       Sebagian cendekiawan beranggapan bahwa dalam perjalanan mencari Tuhan, nabi Ibrahim mengembangkan metode rasional ilmiah. Maka mereka pun menyamakan sosok nabi Ibrahim dengan Rene Descartes, filosof Yunani yang diberi gelar bapak filsafat dan bapak rasionalis modern oleh para pengagumnya.

Menyucikan Allah

Menyucikan Allah
Sobat…..

Ketika ku menulis tulisan ini, tadi pagi ummat Islam di berbagai penjara dunia telah menunaikan sholat i’ed. Itu artinya, hari ini adalah hari raya untuk kaum muslimin. Dan, para jama’ah haji sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah sana. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya mengucapkan selamat idul adha 1432 H. Semoga pengorbanan dan ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Amiin…

Sobat…

       Saya ingin melanjutkan terjemahan dari kitab “Silsilatul Adab” yang kali ini merupakan bagian pertama tentang “Kisah-kisah yang berhubungan dengan adab kepada Allah” dengan penulis Abdul Aziz Sayyid hasyim. 

      Kali ini sudah tiba pada sub judul yang ketiga yang berjudul Tanziihullah (Menyucikan Allah). Saya berharap kalau ada terjemahan yang keliru mohon dikoreksi dan bisa diinformasikan kepada saya. Saya sangat senang sekali. 

Imam Nawawi: Pemuda dengan Karya Mendunia

          Malam sudah larut. Banyak orang-orang yang telah terlelap merangkai mimpi. Namun, ada seorang pemuda yang masih terlihat menikmati bacaannya. Ketika rasa kantuk menyerang, ia sandarkan tubuh dan kepalanya pada buku sebentar, lalu terbangun kembali. Tanpa merebahkan punggungnya di tempat tidur, ia lalu meneruskan aktifitas yang menjadi hobinya, yaitu membaca. Begitu seterusnya, hingga ia menunaikan sholat tahajjud. 

         Lalu menjelang sholat subuh, ia meraih roti yang ia simpan dan memakannya sebagai sahur yang sekaligus menjadi makan malam serta makan siangnya. Ia sudah terbiasa berpuasa dan makan sekali dalam sehari semalam. 

           Kemudian pada keesokan harinya, ia semakin “gila” mengejar ilmu. Ia pelajari 12 cabang ilmu pada guru-gurunya. Tak sedikitpun waktunya yang tersia-sia. Bahkan ketika berjalan pun ia terus mengulang-ulang ilmu yang telah dihafalnya, atau membaca buku yang ditelaahnya.

Penampilan itu Penting

             Nasrudin adalah seorang laki-laki yang rajin beribadah kepada Tuhan, tapi terkadang lupa mencari nafkah. Tentu saja istrinya marah.

       Istrinya berkata, “Baiklah, saya kira kamu sudah beribadah sekian lama. Sekarang kita tidak punya apapun untuk dimakan karena kamu tidak bekerja. Mintalah uang kepada Tuhan”.

        Nasrudin berpikir bahwa apa yang dikatakan istrinya ada benarnya. Kemudian ia pergi menuju pekarangan rumahnya dan berdoa agar Tuhan memberikannya uang. Ia berkata, “Wahai Tuhan, berilah saya 100 koin emas. Saya kira sudah selayaknya saya mendapatkannya karena saya sudah beribadah sekian lama”. Tetangga Nasrudin adalah laki-laki kaya yang pelit. Ia mendengar doa Nasrudin. Ia pergi ke pekarangan rumahnya dan melihat Nasrudin dari sana. Ia tersenyum karena ia berpikir bahwa apa yang dilakukan nasrudin merupakan tindakan tolol. Ia pun ingin mempermainkannya. Ia cepat-cepat pergi menuju rumahnya dan mengambil 100 koin perak. Lalu ia lempar 100 koin perak tersebut ke kepala Nasrudin.

Lalu di mana Allah?

Lalu  di mana  Allah?
Sobat……
          Pernahkah kita sendirian? Duduk merenung tanpa ditemani orang-orang terdekat kita. Tak ada orang yang mengajak ngobrol, dan tak ada orang yang duduk di samping kita. Kalau iya, apakah kita kesepian? Hm…saya koq yakin jawabannya pasti iya (ayo ngaku...ayo ngaku..). Padahal sobat, sebenarnya sampai kapanpun kita tidak akan pernah sendirian. Percaya nggak? Percaya nggak percaya, sebenarnya ada zat yang selalu mengawasi kita. Yup, Dia adalah Allah. Zat yang telah menciptakan  kita.
         Selain itu, masih ada lagi lho yang selalu melihat kita, yaitu malaikat Rokib dan Atid. Mereka setia mengikuti kita kemanapun kita pergi. Mereka tak bosan-bosannya mencatat amalan kita.
         Emm…sebenarnya masih ada satu lagi, yang selalu “mengintai” kita. Siapa lagi kalau bukan setan. Hiiiii….

Buah Ara untuk Raja

Buah Ara untuk Raja
            Ketika raja Timur Lenk menyerbu Turki, ia mendengar kabar tentang seorang laki-laki bernama Nasrudin Hoja yang tinggal di Akshehir. Ia pergi ke sana dan membangun tenda. Kemudian ia mengirim satu kompi tentara untuk mengundangnya pergi ke kemah tersebut.

            Akan tetapi Nasrudin berpikir bahwa raja ini akan membunuh setiap orang yang ia temui. Oleh karena itu, ia menolak undangan tersebut. Sang raja menyadari bahwa Nasrudin tidak ingin menemuinya. Kemudian ia mengirimkan satu batalyon tentara untuk memaksanya  pergi ke kemah.
            Nasrudin sangat takut. Ia berkata, “Baiklah, saya akan ke sana segera”.

Kehendak Allah

Kehendak Allah
               Alhamdulillah sobat….hari ini saya diberi kesempatan lagi oleh Allah untuk menuliskan hasil terjemahan kitab “silsilatul kitab” di blog tercinta ini. Semoga saya bisa lebih sering menerjemahkan. Amiin..yaa Robbal ‘alamiin…


            Kalau kemarin saya telah menerjemahkan “pendahuluan” dari tulisan Abdul Aziz Sayyid hasyim dengan judul “Qoshosu Aadaabillaah (قصص آداب الله)” kali ini yang akan saya terjemahkan adalah satu sub-judul tentang معيشة الله  (Kehendak Allah). Berikut ini adalah hasil terjemahannya:

Kehendak Allah
  


        Telah datang seorang laki-laki ke hadapan Rasulullah Sallallaahu’alaihi wasallam. Ia membicarakan banyak hal dengan Rasulullah Sallallaahu’alaihi wasallam. Kemudian di tengah pembicaraannya, laki-laki ini berkata: “Ini atas kehendak Allah dan kehendak engkau”