Goresan Hikmah Part 10

Goresan Hikmah Part 10
Hidup ini penuh dengan dinamika...
Kita harus pandai dalam mengarunginya...

Masa depan kita cerah atau gelap, kita yang menentukan...
Bukan orang lain...

 Mungkin hasil dan nilai kita pada hari ini lebih jelek daripada kemarin...
Namun setidaknya, semangat dan upaya kita sudah lebih baik...

Kitalah yang harus mempengaruhi orang lain dalam kebaikan...
Jangan sampai kita yang dipengaruhi dengan kejelekan...

Hidup adalah peperangan...
Berperang melawan setan dan hawa nafsu yang jahat...

Masa depan adalah detik-detik menjelang kematian dan masa setelah kematian. Manusia terbaik adalah yang selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.

Sering-seringlah mengucapkan kalimat afirmasi positif...
Maka semangat akan terbit di hati...

Rumus sukses: “Munculkan kegelisahan dalam diri”...

Hidup di dunia Cuma sebentar. Maka maksimalkanlah hidup ini. Berilah yang terbaik. Buatlah yang terbaik.

Selagi masih ada Allah, harapan masih terbuka lebar. Dan ingatlah, Allah selalu ada. Dia tidak pernah tidur dan lalai. Dia Maha Mampu Atas Segala Apapun.

Kita tidak perlu malu dan takut melakukan kebaikan...
Kita memang perlu menjaga diri dari riya’ dan sombong...
Tapi bukan berarti kita harus menyembunyikan kebenaran...
Bukan berarti kita dilarang menyebarkan kebaikan...

Hidup hanya sekali di dunia...
Jangan sampai tidak dinikmati...
Nikmatilah hidup ini, walau dalam kondisi apapun...

Jangan bersedih atas satu atau dua hal yang tidak dipunyai...
Tapi berbahagialah karena ada jutaan hal yang masih dimiliki...

Kita harus berani menghancurkan kebiasaan jelek yang masih menghinggapi diri...
Kalau tidak, ia yang akan menghancurkan kita...

Berikanlah yang terbaik. Bisa jadi apa yang kita lakukan sekarang adalah yang terakhir...

Gedung pencakar langit dimulai pembangunannya dari sebuah batu kecil. Seorang profesor memulai karirnya dengan menghafal angka 1 dan belajar menulis huruf “a”. Jadi kita tak perlu khawatir memulai dari yang terkecil.

Hal apapun dalam hidup ini butuh pengorbanan dan perjuangan. Dalam hal apapun...

Tetap tersenyum dan bahagia ketika datang ujian Allah, merupakan sikap yang paling tepat...

Masa depan kita memang masih misteri. Namun, kita masih bisa merancang dan berupaya agar masa depan kita berwarna cerah dan menarik. Kitalah yang menentukan masa depan kita, bukan orang lain.

Menjadi orang yang baik adalah perjuangan. Baik menurut Allah, bukan menurut manusia.

Mau sukses kok tidak mau capek...
Mau jadi orang besar kok tidak mau pusing...
Gimana ceritanya?

Kalau dibenci teman, guru, atau orang-orang terdekat, kita akan merasa sedih dan takut. Kita berusaha mati-matian agar mereka tak membenci kita. Akan tetapi, apakah reaksi dan sikap kita sama terhadap Allah? Apakah kita takut dibenci Allah? Apakah kita sedih jika Allah membenci kita? Ingatlah, kalau kita banyak melanggar perintah-Nya dan sering melakukan larangan-Nya, maka Allah akan marah dan membenci kita. Sekali lagi, apakah kita takut dibenci Allah? Atau, kita justru tenang-tenang saja tanpa ada rasa risih sedikitpun?

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak menyebarkan manfaat untuk orang lain", Sabda Rasul.
Sudahkah kita menyebar manfaat hari ini? Berapa banyak manfaat yang kita sebarkan?

Mungkin hasil yang kita raih belumlah yang terbaik, tapi setidaknya semangat dan usaha kita sudah yang terbaik. "Prestasi" terbaik tidak hanya dinilai dari hasil, tapi semangat dan kerasnya usaha yang dilakukan.

Banyak hal yang bisa menghambat perjalanan kesuksesan kita. Tugas kita adalah mencari penghambat-penghambat itu lalu "membunuh"-nya. Kalau tidak, kita yang akan "dibunuh" oleh penghambat tersebut.

Tidak semua apa yang kita pikirkan dan kita rasakan "berkata" jujur kepada kita. Ada pikiran dan perasaan tertentu yang "berbohong" sehingga tidak perlu kita percayai. Terutama, pikiran dan perasaan yang negatif.

Celakalah orang yang tak bisa mengatur dirinya sendiri......

Walau bagaimanapun, berbuat jujur tetap lebih baik.....

Bersikap hati-hati itu penting....

Kalau jujur merenung, maka kita akan berkesimpulan bahwa apa yang tidak kita ketahui jauuuuh lebih banyak dari apa yang kita ketahui. Oleh karena itulah sungguh bodoh orang yang merasa dirinya pintar dan hebat.

...apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, 'Tuhanku telah menghinakanku'. Sekali-kali tidak...."
Kutipan kalimat di atas disampaikan langsung oleh Allah dalam surat al-fajr ayat enam belas sampai tujuh belas. Ayat ini menunjukkan, bahwa hal buruk yang menimpa kita baik berupa bencana, penyakit, kekurangan harta, dan sebagainya bukan berarti Allah menghinakan kita. Tapi Allah bermaksud menguji kita.

Kalau kita ingin menguasai suatu cabang ilmu, maka kita harus mencintainya. Dengan mencintai cabang ilmu tersebut, kita akan betah dan berlama-lama dalam mempelajarinya. Akan tetapi, untuk bisa mencintai itu tidak mudah. Butuh perjuangan. Karena sebagaimana kata Bagus Hernowo, cinta itu bukan kata benda yang ada dengan sendirinya. Tapi cinta adalah kata kerja yang harus diusahakan dan diperjuangkan.

Hidup adalah perjuangan. Berjuang dalam segala lini. Dan, berjuang yang bagus adalah yang totalitas. Karena kalau hanya setengah-setengah, tak ada yang dicapai kecuali teramat sedikit atau nihil tak ada sama sekali



NB: Goresan Hikmah ke-10 ini merupakan gabungan dari coretan sederhana di buku diary yang dimulai dari 3 Oktober 2014 sampai  Desember 2014 dan dari status FB saya mulai tanggal 8 Mei 2014 sampai 24 desember 2014. Semoga bermanfaat J

Goresan Hikmah Part 9

Goresan Hikmah Part 9
Apa mau, kita gitu-gitu aja...
Apa mau, tak ada perubahan dalam diri kita...
Apa mau menjadi seperti batu, diam tak bergerak...

Mumpung masih muda...
Mumpung masih sempat...
Mumpung masih sehat...
Mumpung masih ada harta...
Mumpung masih hidup...
Sehingga, seyogyanya kita memaksimalkan hidup ini...
Seharusnya kita tak menyia-nyiakan apa yang telah Allah berikan...

Berterima kasihlah kepada Allah...
Karena Dia banyak memberikan karunia-Nya kepada kita...
Berterima kasihlah dengan berprestasi...
Berterima kasihlah dengan berkarya...

Impian itu bisa diraih...
Cita-cita itu bisa direngkuh...

Bukanlah cita-cita yang terlalu besar...
Tapi usaha kita yang terlalu kecil...

Hidup ini adalah untuk mengabdi kepada Allah...
Hidup ini adalah sarana untuk merah surga di akhirat...
Hidup ini bukanlah hidup yang terakhir...
Hidup ini adalah awal dari kehidupan yang sebenarnya...

Hidup ini harus tumbuh...
Kemampuan diri harus meningkat...
Kualitas hidup harus naik...

Take action...
Beramal...
Bekerja...
Bergerak...
Adalah syarat utama untuk meraih apa yang diinginkan...

Apakah kita sering sedih? Kalau iya, berarti kita termasuk orang-orang yang durhaka kepada Allah. Karena bersedih adalah larangan-Nya. Dan, setiap larangan Allah harus kita tinggalkan. “Laa tahzan”, “Jangan bersedih”, demikianlah larangan Allah dalam al-Quran. Pertanyaannya sekarang, apakah kita masih mau mendurhakai-Nya dengan banyak bersedih?

Maksiat mata akan menyebabkan bodoh. Terbukti, daya hafal Imam Syafi'i menjadi lemah ketika melihat aurat (betis) perempuan bukan mahram. Akhir-akhir ini juga terdapat penelitian yang menyatakan bahwa melihat gambar/video porno menyebabkan jutaan sel otak mati. Jadi kesimpulannya, barangsiapa ingin bertambah bodoh, perbanyaklah melakukan maksiat mata.

Hidup harus terus bertumbuh. Kalau tak ada pertumbuhan, berarti tanda tak hidup. Yang harus bertumbuh tidak hanya usia dan raga, tapi juga keahlian dan prestasi. Jadi kalau keahlian dan prestasi tak ikut tumbuh, hidup kita patut dipersoalkan.

Kalau suka meminta kepada manusia, kita akan dicap sebagai orang hina. Namun kalau rajin meminta kepada Allah, kita akan menjadi orang mulia. Justru, kalau dalam keseharian kita jarang meminta (berdoa) kepada Allah maka kita dikategorikan sebagai orang sombong. Pada hari ini, sudah berapa doa yang kita panjatkan?

Pencipta kita adalah Allah, bukan hawa nafsu. Penguasa alam adalah Allah, bukan hawa nafsu. Yang berhak disembah hanyalah Allah, bukan hawa nafsu. Tapi kita sering mempertuhankan hawa nafsu. Taat kepada hawa nafsu. Tunduk kepada hawa nafsu. Sementara perintah dan larangan Allah kita abaikan.

Kalau bersumber dari hati, segala sesuatu akan bernilai besar dan memiliki pengaruh luar biasa. Kalau tidak, maka hanya kehancuran yang akan menimpa.

Pertanyaan sederhana yang cukup menyentak, apa manfaat yang sudah kita berikan pada orang lain pada hari ini?

Kalau mau menjadi orang baik, hendaknya berkumpul dengan orang baik. Kalau mau menjadi orang sukses, hendaknya berkumpul dengan orang sukses. Kita adalah siapa teman kita.

Orang yang berjiwa besar akan merasakan persoalan besar layaknya permasalahan kecil. Ia tidak takut walau berbagai permasalahan menyerbu dari segala arah. Ia tetap tenang seperti tenangnya air danau. Ia punya keyakinan, bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah kecil, kecuali Allah. Allah-lah yang Maha Besar, yang lain kecil.

Allah lebih menyukai amalan yang sedikit tapi rutin, daripada banyak tapi tersendat-sendat.

Sungguh celaka orang yang tidak mengenal jati dirinya...
Sungguh sengsara orang yang tak mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri...
Sungguh binasa orang yang dihancurkan dan diombang-ambingkan nafsu jahatnya sendiri...
Sungguh celaka, sengsara, dan binasa orang yang tak mampu menaklukkan dirinya sendiri...



NB: Goresan Hikmah ke-9 ini saya ambil dari coretan sederhana di buku diary yang dimulai 7 Maret 2014 sampai 28 September 2014 dan juga dari status FB saya mulai tanggal 8 Mei 2014 sampai 5 September 2014. Semoga bermanfaat J

Hukum Memanjangkan Pakaian Bagi Laki-laki dan Perempuan

Hukum Memanjangkan Pakaian Bagi Laki-laki dan Perempuan
Adalah sifat para sahabat jika mendengar perintah dari nabi, mereka segera memenuhi seruan itu.

Pada suatu hari, nabi Saw memerintahkan para sahabat agar memendekkan pakaian sehingga terhindar dari kesombongan. Beliau  kemudian memberikan ancaman bagi orang yang memanjangkan pakaian mereka, “Barangsiapa yang menjulurkan (memanjangkan) pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat”.

Merasa penasaran, Ummu Salamah bertanya kepada nabi tentang hukum memanjangkan pakaian bagi perempuan, “Bagaimana seharusnya untuk perempuan, apa juga harus dipendekkan?”

Rasulullah menjawab, “(Untuk perempuan), hendaknya mereka mengendorkan pankaiannya hingga satu jengkal”

Ummu Salamah berkata, “Jika begitu,  kaki mereka akan tersingkap”.

Rasulullah bersabda, “Kendorkan hingga satu hasta, jangan lebih”. (HR. Tirmidzi)


NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Berpakaian ” dengan sub judul  “Tsiyabun Nisa”


Panceng, 1 Desember  2014



Tidak Sombong dalam Berpakaian

Tidak Sombong dalam Berpakaian

Islam menganjurkan bagi pemeluknya untuk tawadhu’ dan menjaga kebersihan. Hal itu ditunjukkan secara dzahir dalam berpakaian. Karena itulah, ketika Ibnu Umar RA berlalu melewati Rasulullah dan sarungnya terlihat panjang hampir menyentuh tanah, Rasulullah Saw menegurnya, “Angkat sarungmu”. Perintah Rasulullah Saw tersebut bertujuan agar Ibnu Umar  tawadhu’, karena memanjangkan sarung adalah salah satu tanda kesombongan.  

Ibnu Umar RA pun mengangkat sarungnya, akan tetapi sarungnya masih terlihat panjang.

Rasulullah Saw bersabda, “Tambah”. Maksudnya adalah agar Ibnu Umar mengangkat sarungya lebih tinggi.

Ibnu Umar kembali mengangkat sarungnya lebih tinggi. Sejak saat itu, sepanjang hidup Ibnu Umar senantiasa mengangkat sarungnya, sehingga tidak masuk rasa sombong ke dalam hatinya.

Salah satu teman Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Sampai mana?” (Maksudnya sampai mana kamu mengangkat sarungmu?)

Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan 2 mata kaki” (HR. Muslim)


NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Berpakaian” dengan sub judul  “Ath-Tho’atu”


Panceng, 3 November 2014

“Pakailah Pakaian yang Bagus!”

“Pakailah Pakaian yang Bagus!”
Suatu hari, Jabir bin Abdullah ikut berperang bersama Rasulullah Saw. Dalam perjalanan pulang, Jabir beristirahat di bawah pohon yang rindang. Ia menawarkan Rasulullah Saw untuk bersama-sama bernaung di bawah pohon. Nabi pun memenuhi tawaran Jabir.
Tak berapa lama kemudian, seorang pemuda yang mengembalakan kambing Jabir datang menemuinya dengan membawa pakaian yang sudah lusuh.
Rasulullah Saw melihat hal itu lalu bertanya kepada Jabir, “Apakah pemuda itu tidak punya baju selain yang dia pakai?”
Jabir menjawab, “Dia punya pakaian yang bagus wahai Rasulullah. Dia memakainya saat hari raya”.
Rasulullah bersabda, “Panggil dia dan perintahkan untuk memakai pakaian itu”.
Jabir pun memanggil pemuda tersebut  dan menyuruhnya agar memakai pakaian baru yang dimilikinya.
Ketika Rasulullah Saw melihat si pemuda pakaian barunya beliau bersabda, “Bukankah hal ini lebih baik baginya?”



NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Berpakaian” dengan sub judul  “Ats-Tsaubul Jadid”


Surabaya, 1 November 2014

Adab dalam Berpakaian

Adab dalam Berpakaian
Pakaian adalah salah satu nikmat yang Allah anugerahkan kepada manusia untuk melindungi badannya serta menutup auratnya dari pandangan manusia.

Allah berfirman:
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakain takwa, itulah yang lebih baik” (Al-A’raf: 26).

Seorang muslim hendaknya memakai pakain yang bagus; terutama ketika hendak menemui Rabb-nya di masjid.

Allah berfirman:
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid” (Al-A’raf: 31).

Berpakaian hukumnya wajib untuk menutupi aurat dan melindungi raganya. Akan tetapi berubah menjadi haram apabila bertujuan untuk membangga-banggakan diri dan berbuat kesombongan. Begitu pula diharamkan jika seorang laki-laki memakai pakaian yang terbuat dari sutera.

Dalam berpakaian terdapat adab-adab yang hendaknya dijaga oleh seorang muslim. Kitab ini akan menjelaskan  adab-adab dalam berpakaian yang disajikan dalam kisah-kisah yang bermanfaat.



NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Berpakaian ” dengan sub judul  “At-Tamhiidu”


Surabaya, 14 September 2014


Ketika Nabi Berlomba Lari dengan Aisyah

Ketika Nabi Berlomba Lari dengan Aisyah

Suatu ketika nabi Saw dan istrinya, Aisyah RA terlambat dari rombongan kaum muslimin. Nabi kemudian mengajak Aisyah berlomba lari dengannya. Karena badannya ringan, Aisyah menang.
Beberapa waktu kemudian, berat badan Aisyah RA bertambah dan tak bisa berlari kencang seperti sebelumnya. Nabi Saw mengajaknya berlomba lari lagi. Kali ini, Aisyah RA yang  kalah.
Nabi Saw kemudian menghibur Aisyah RA dengan mengingatkan bahwa dia juga menang pada perlombaan sebelumnya. Beliau  bersabda, “Kemenanganku ini untuk kemenanganmu  yang dulu” (HR. Abu Daud dan Nasai)
Apa yang dilakukan nabi Saw menjadikan Aisyah tidak merasa sedih dan kesal karena dia kalah dalam perlombaan. Ini merupakan cermin akhlak beliau dalam berolahraga yang patut dicontoh.
Ketika  kalah pada perlombaan yang pertama, nabi Saw tidak merasa marah dan sedih. Beliau menunggu hingga datang waktu yang tepat untuk mengalahkan Aisyah. Dan saat  berhasil menang dalam perlombaan yang kedua, beliau tidak terpedaya dan lengah seperti sebagian manusia.


NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Bermain dan Bersenda gurau ” dengan sub judul  “Hadzihi bi tilka”

Surabaya, 4 September 2014

Permainan dalam Islam

Permainan dalam Islam
Suatu hari terdapat beberapa kaum muslimin yang berasal dari Habasya (Etiopia) nampak tengah bermain-main di masjid. Dalam permainan itu mereka menggunakan sarung belati dan baju besi. Umar RA kemudian masuk masjid. Melihat kejadian itu, Ia pun mengambil segenggam kerikil lalu melemparkannya ke arah kerumunan itu, hingga mereka buyar dan berhenti bermain. Nabi Saw kemudian melarang Umar dengan bersabda, “Biarkan wahai Umar”.

Pada waktu yang lain, tepatnya pada hari raya Idul Fitri, kembali nampak beberapa orang asal Habasyah tengah menunjukkan kebolehan mereka dalam suatu permainan. Nabi Saw kemudian mengajak Aisyah RA menontonnya. Aisyah pun berdiri di belakang beliau untuk menonton pertunjukan tersebut, sampai ia merasa bosan. (HR. Al-Bukhori)

Demikianlah pandangan syari’at Islam terhadap permainan-permainan yang  dipandang bisa memberikan manfaat. Agama mendorong untuk melakukannya, karena bisa memberikan faedah bagi pelakunya berupa kebaikan dan dapat menjauhkan seseorang dari rasa bosan dan putus asa. Akan tetapi, hendaknya seseorang melakukan permainan dan hobinya seperlunya saja dan tidak berlebih-lebihan.





NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Bermain dan Bersenda gurau ” dengan sub judul  “Al-Lahwu bil Hiraabi”




Surabaya, 3 September 2014

Akhlaq Seorang Atlet

Akhlaq Seorang Atlet
Para sahabat nabi mengetahui bahwa perlombaan lari kuda dan unta akan segera diadakan. Mereka pun berlatih dengan kuda dan unta yang dimiliki di sebuah tanah lapang yang dijadikan tempat perlombaan.

Nabi Saw sendiri memiliki seekor unta yang tak pernah terkalahkan. Namanya Al-‘Adhba’. Tiba-tiba datang seorang arab badui mengajak tanding nabi. Mereka berdua pun bertanding dan ternyata Al-‘Adhba’  mampu dikalahkan. 

Melihat hal itu, para sahabat merasa sedih. Mereka berkata keheranan, “Hah, Al-‘Adhba’ dikalahkan”.

Kontan Rasul Saw bersabda, “Merupakan hak bagi Allah meninggikan sesuatu, kemudian suatu hari pasti merendahkannya” (Muttafaqun ‘Alaih)

Seperti inilah kehidupan dunia. Segala sesuatu yang hidup tumbuh dan berlalu dalam beberapa tahapan. Masa muda adalah tahapan yang penuh dengan kekuatan dan ketekunan sehingga mudah memperoleh kemenangan. Kemudian datang tahapan berikutnya yaitu masa tua, tahapan yang penuh dengan kelemahan sehingga sering mengalami kekalahan.

Maka dari itu, seseorang yang masih dalam masa muda hendaknya tidak tertipu dengan kekuatan yang sedang dimiliki. Hendaknya dia meyakini bahwa setelah masa muda akan datang masa tua yang penuh dengan kelemahan, di mana ia tidak akan mampu mengerjakan pekerjaan sebagaimana masih muda.



NB: terjemahan dari kitab silsilatul adab pada  bab “Adab dalam Bermain dan Bersenda gurau ” dengan sub judul  “Akhlaaqul Mutasaabiq”

Surabaya, 1 September 2014