Pembelaan Terhadap Fatwa MUI Mengenai Keharaman Pluralisme Agama


Oleh: Luqman Hakim


Judul    : Pluralisme Agama: Haram; Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak  Kontroversial  
Penulis  : Dr. Adian Husaini
Penerbit : Pustaka Al-Kautsar
Cetakan : Ketiga, November 2005
Tebal     : 130 + vi Halaman

      Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Juli 2005 tentang keharaman paham Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme (SIPILIS), telah menyebabkan bermunculannya protes serta penolakan atas fatwa ini  dari beberapa pihak. Mereka yang menolak fatwa ini adalah orang-orang yang selama ini mendukung bahkan aktif menyuarakan paham ini seperti Ulil Abshor Abdalla dari Jaringan Islam Liberal (JIL), Johan Effendi dari Indonesian Conference religion and Peace (ICRP), Syafii Anwar dari International Center for Islam and Pluralism (ICIP), dan lain-lain. 

        Di antara alasan penolakan mereka adalah; MUI telah salah dalam memahami pluralisme dengan mengartikannya sebagai paham yang menyamakan semua agama. Syafii Anwar selaku direktur International Center for Islam and Pluralism (ICIP) misalnya, menyatakan bahwa apa yang dilakukan MUI merupakan kesalahan besar karena telah memahami pluralisme sebagai paham yang menyamakan semua agama. Menurutnya, hampir tidak mungkin menyamakan semua agama. Inti pluralisme adalah bagaimana mengembangkan saling menghormati dalam perbedaan di antara agama-agama. (suaramerdeka.com/1/8/05).

       Menanggapi berbagai protes, penentangan, serta penolakan atas fatwa MUI ini, Adian Husaini menuliskan buku berjudul “Pluralisme Agama: Haram; Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial” ini. Di dalamnya berisi  penjelasan hakikat pluralisme agama serta berbagai bantahan atas argumen-argumen beberapa pihak yang menolak fatwa MUI.

       Dalam buku yang terdiri dari lima bab ini pak Adian mengawalinya dengan adanya pro-kontra dalam tubuh umat Islam terkait fatwa MUI pada 29 Juli 2005 mengenai pengharaman paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme; penegasan kembali kesesatan ahmadiyah; dan lain-lain. Di sini pak Adian menampilkan teks lengkap fatwa MUI terkait pengharaman paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Selain itu, doktor lulusan ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization) Malaysia ini juga menampilkan pandangan maupun pernyataan tokoh-tokoh yang menolak fatwa MUI seperti KH. Abdurrahman Wahid, Dawam Rahardjo, Husein Anwar, dan lain-lain. Setelah itu, pak Adian memberikan bantahan atas pendapat mereka baik berupa tanggapannya secara langsung ataupun dengan menampilkan pernyataan beberapa tokoh seperti KH. Khalil Ridwan, KH. Abdul Rasyid Abdullah, dan lain-lain. 

       Pak Adian juga memaparkan banyak hal lain terkait pluralisme; seperti dampak yang ditimbulkan olehnya, penolakan paham pluralisme oleh tokoh Katolik, kemustahilan dicampurnya tauhid dan syirik, konsep kebebasan beragama yang bermasalah, dan lain-lain.   

       Adapun dalam rangka membantah pernyataan beberapa orang bahwa MUI salah dalam memahami pluralisme dengan mengartikannya sebagai paham yang menyamakan semua agama, pak Adian menampilkan pernyataan tokoh-tokoh liberal yang tersebar di berbagai media ketika berbicara mengenai pluralisme yang justru menyangkal pendapat tersebut. Dalam halaman 38 misalnya, pak Adian menampilkan cuplikan pernyataan Ulil di majalah GATRA (21/12/02) yang mengatakan, “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar”. Di sinilah pak Adian berusaha memberikan pemahaman bahwa MUI tidak salah dalam memahami pluralisme agama, sebagaimana dituduhkan beberapa orang. 

      Pada bagian akhir buku ini pak Adian ingin memberikan pemahaman bahwa ide pluralisme agama itu berasal dari Barat yang berawal dari problematika teologi Kristen sehingga menimbulkan perpecahan yang sangat hebat. Oleh karena itu, di akhir tulisannya, pak Adian menampilkan hadits nabi terkait peringatan Rasulullah agar tidak mengikuti kaum Yahudi dan Kristen (h. 126-127).

     Buku ini menjadi referensi ataupun rujukan penting bagi kaum muslimin, terutama bagi bagi mereka yang peduli terhadap permasalahan umat dan menginginkan penjelasan yang benar. Buku ini juga hadir tepat pada waktunya, karena buku ini terbit tidak lama setelah dikeluarkannya fatwa itu (29/7/05), di mana pada waktu itu sedang marak protes dan penentangan pihak yang menolak fatwa MUI. 

     Namun kalau melihat judul, sekilas kita akan berpikiran bahwa pembahasan dalam buku ini hanyalah tentang penjelasan keharaman pluralisme agama. Namun ternyata di dalamnya juga banyak berisi penjelasan lain, seperti masalah ahmadiyah. Hal ini barangkali akan menjadikan pembaca sedikit kecewa, terutama bagi mereka yang ingin mengetahui seluk beluk pluralisme secara mendalam. A  palagi Anis Malik Thoha, PhD dalam sambutannya juga menyarankan pembaca agar membaca buku-buku lain yang juga membahas masalah pluraslime agama untuk mendapat kajian yang mendalam (h.xiii). Itu artinya, buku ini belum memberikan kajian yang dalam mengenai pluralisme agama. 

    Terlepas dari hal tersebut, buku ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam mengetahui hakikat pluralisme agama yang sebenarnya. Selain itu, perlu diketahui bahwa buku ini ini telah dicetak berulangkali dalam waktu yang singkat. Itu artinya, buku ini mendapat tempat tersendiri di hati pembaca. 


Ponorogo, 15 Desember 2011 



3 Responses to "Pembelaan Terhadap Fatwa MUI Mengenai Keharaman Pluralisme Agama"

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. assalamualaikum...
    mas lukman, punya buku yang di atas ga???
    lagi butuh buat tambahan referensi, kalau ada mungkin bisa saya pinjam atau saya fotocopy, balas ke email saya ya mas, rosidabdul123@rocketmail.com
    makasih :)

    BalasHapus
  3. wa'alaikumsalam....maaf ya....buku itu saya pinjam dari teman. jadi saya sendiri belum punya. :)
    Nggak apa-apa kan....:)
    salam kenal ya...kalau boleh tahu, kamu kuliah di mana?

    BalasHapus

Jangan lupa komen di sini ya :-)