Kita pun Mampu Menjadikan Islam Bangkit

  Oleh: Luqman Hakim

    Setelah sekian lama Islam terpuruk, menempati peringkat terbawah dalam percaturan dunia, tersiar wacana bahwa Islam akan segera bangkit di berbagai penjuru dunia. Bahkan dikatakan, abad 20 ini merupakan abad kebangkitan Islam.
       Mengetahui hal tersebut, kita sebagai umat yang terlahir di abad ini, semestinya juga ikut memikirkan serta memperjuangkannya. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton setia, atau malah untuk sekedar “menonton” pun tidak mau. Na’udzubillah. Jangan sampai seperti itu.
           Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa ikut berperan serta?

Lihat Sejarah
 
       Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita melihat sejarah di mana Islam pernah merosot dan kemudian bisa bangkit kembali. Sejarah yang dimaksud di sini ialah, bagaimana umat Islam di masa Shalahudin Al-Ayyubi (1138-1193 M) bisa bangkit, padahal sebelum itu, umat Islam berada dalam keterpurukan.

-->
       Dalam buku ”Hakadza Dhahara Jaylu Shalahuddin wa Hakadza ’Aadat al-Quds "(Demikianlah bangkitnya generasi Shalahuddin dan demikianlah al-Quds kembali ke tangan Islam), Dr. Madjid Irsan al-Kilani memaparkan, bagaimana Islam di zaman Shalahuddin Al-Ayyubi bangkit dari keterpurukan.
     Banyak faktor yang melatarbelakangi kemunduran Islam waktu itu. Penyebab pertama adalah, terjangkitinya penyakit wahn, yaitu hubbun dunya (cinta dunia) dan Karoohiyatul maut (takut mati). Penyakit ini menjangkiti semua elemen masyarakat. Baik  masyarakat, para penguasa, bahkan para ulama.  
     Para penguasa waktu itu tidak peduli terhadap urusan umat. Bahkan diceritakan pada suatu waktu, sebagian pengungsi membawa tumpukan tulang manusia, rambut wanita, dan anak-anak, korban kekejaman pasukan Salib kepada khalifah dan para sultan. Ironisnya, Khalifah justru berkata: ”Biarkan aku sibuk dengan urusan yang lebih penting. Merpatiku, si Balqa’, sudah tiga hari menghilang dan aku belum melihatnya.”
      Para ulama pada masa itu juga tidak jauh berbeda. Mereka suka menjilat para penguasa. Mereka  "menjual" ilmunya untuk kepentingan pribadi.
            Adapun penyebab kedua adalah penyakit ashobiyah (fanatik golongan). Masing-masing mementingkan kelompoknya. Penganut madzhab  yang satu bersitegang dan memusuhi penganut mazhab yang lain. Pada intinya persatuan umat Islam berada pada titik paling mengkhawatirkan.
   Sementara penyebab ketiga kemunduran  Islam pada waktu itu adalah  menjangkitnya pemikiran  sesat. Pemikiran sesat ini terbagi menjadi dua. Yang pertama datang dari luar (Yunani), dan yang kedua adalah pemikiran sesat penganut sufi ekstrim (batiniah).   
      Mengetahui hal tersebut, ulama-ulama yang masih tsiqoh berupaya mengkaji dan memberi solusi atas permasalahan tersebut. Tercatat ada dua ulama besar yang kemudian  "membidani"  kebangkitan Islam pada waktu itu. Mereka adalah Syaikh Abdul Qodir Jailani  dan Hujjatul Islam, Imam Ghazali.
    Dua ulama besar ini lah yang disebut berjasa besar dalam dalam menyiapkan generasi baru. Generasi yang tidak lagi terjangkiti penyakit-penyakit di atas.  Dan, dari generasi ini tampillah pahlawan Islam terkenal, Shalahuddin al-Ayyubi, yang berhasil membebaskan kembali al-Aqsha dari kekuasaan pasukan Salib, pada tahun 1187. 
                Menurut al-Ghazali, masalah yang paling besar di antara masalah-masalah yang lain  adalah rusaknya pemikiran dan diri kaum Muslim yang berkaitan dengan aqidah dan kemasyarakatan. Al-Ghazali tidak menolak perubahan pada aspek politik dan militer. Terdapat catatan sejarah, bahwa al-Ghazali juga terus berupaya melakukan kontak-kotak politik dengan penguasa yang baik. Tapi, yang dia lebih tekankan adalah perubahan yang lebih mendasar, yaitu perubahan pemikiran, akhlak, dan perubahan diri manusia itu sendiri. Untuk itu, al-Ghazali melakukan perubahan dimulai dari dirinya sendiri dahulu, kemudian baru mengubah orang lain.
   Kita pun Bisa
            Sekarang, mari kita lihat kondisi kita pada saat ini. Kondisinya tidak jauh berbeda. Penyakit  wahn (cinta dunia dan takut mati) tersebar di berbagai tempat. Masing-masing kelompok Islam saling membanggakan kelompoknya. Dan,  pemikiran umat Islam diracuni oleh pemikiran-pemikiran asing yang menyesatkan  seperti sekularisme, pluralisme, dan liberalism (SIPILIS).
            Maka dari itu, perlu kiranya apa yang terjadi pada masa lalu bisa kita jadikan pijakan. Kita bisa mengikuti cara-cara yang dilakukan para generasi dulu ketika mereka dihinggapi masalah yang sama.
      Hendaknya  yang pertama kali harus  kita lakukan adalah perubahan dalam diri kita sendiri (agar tidak terjangkiti penyakit al-wahn,misalnya) baru orang lain. ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi yang ada pada satu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS ar-Ra’d:11). Selain itu, sebagaimana al-Ghazali dan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sampaikan, perubahan itu juga harus dimulai dari ulama dan juru dakwah itu sendiri.
      Dari gerakan yang dimulai dari masing-masing inilah kemudian dilaksanakan amar ma’ruf  nahi mungkar  (mengajak orang lain melakukan kebaikan dan mencegah orang lain melakukan kemungkaran) dengan tetap memegang kuat tali ukhuwah.  Dan pada akhirnya akan terjadi revolusi moral, di mana kita mampu menjadi generasi yang pantas menang. Generasi baru yang sama kualitasnya dengan generasi shalahuddin. Generasi yang mampu memiliki daulah Islam sebagaimana daulah Islam pada masa Shalahuddin. Generasi  yang akan melahirkan pemimpin yang kualitasnya sama dengan Shalahuddin. Dan, generasi yang mampu menjadi pemenang di pentas jagad raya. Wallahu a’lam bis showab.
Ponorogo, 12 Oktober 2011           



1 Response to "Kita pun Mampu Menjadikan Islam Bangkit"

  1. Falsafah (prinsip) kebangkitan yang hakiki adalah sebuah mabda' (ideologi) yang mengga­bungkan fikroh dan thoriqoh secara terpadu. Idiologi tersebut adalah Islam. Sebab, Islam adalah sebuah aqidah yang memancarkan sebuah sistem untuk mengatur seluruh urusan negara dan umat, dan mampu memecahkan seluruh masalah kehidupan.

    BalasHapus

Jangan lupa komen di sini ya :-)