Buku ini “Bernama” Gender Equity in Islam

      Dewasa ini, paham yang menuntut kesetaraan gender, feminisme, telah merambat ke dunia Islam. Padahal, awalnya ia hanyalah produk Barat yang lahir disebabkan kondisi sosial di sana yang mendiskreditkan perempuan. 

      Di Barat, sebelum abad 19 para perempuan masih tertindas. Ketika ada pertemuan di gereja, misalnya, perempuan dilarang berbicara. Kalau mereka mau bertanya, disarankan bertanya kepada suaminya di rumah. Mereka juga tidak punya hak suara dalam pemilihan umum. 

    Selain itu, ada anggapan bahwa perempuan itu adalah makhluk yang tidak rasional. Bahkan, ada yang ragu apakah perempuan itu manusia atau bukan. Uniknya, perlakuan Barat semacam ini didasarkan pada kitab suci mereka (bible). 

     Para wanita di Barat kemudian protes terhadap perlakuan ini. Mereka tidak terima. Kemudian, lahirlah gerakan feminisme di Barat yang menuntut kesetaraan dengan kaum laki-laki. Mereka tidak mau lagi ditindas dan dinomorduakan.

       Mereka kemudian “menyerang” kitab suci mereka (bibel), karena dianggap biang kerok perilaku “penindasan” terhadap perempuan. Mereka pun menuntut untuk menafsirkan bibel dengan cara mereka (perempuan). Lahirlah kemudian buku berjudul “Women’s Bible” (Bibel Perempuan).

       Nah, yang menjadi masalah kemudian, gerakan ini “diekspor” ke dunia Islam. Muncullah kemudian isltilah feminis muslim, penganut paham feminisme dari kalangan Islam. Dalam perjalannya, mereka juga menyuarakan kesetaraan dan keadilan antara perempuan (muslimah) dan laki-laki (muslim).

       Padahal, dunia Islam berbeda dengan dunia Barat. Kalau di Barat perempuan ditindas, justru dalam Islam perempuan dimuliakan. Kalau kitab mereka (bibel) berisikan ayat yang menindas perempuan, maka dalam Islam tidak demikian.

     Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin (rahmat bagi seluruh alam), memiliki konsep keadilan yang tidak dimiliki oleh agama-agama lain. Islam tidak memandang bahwa laki-laki lebih baik dan lebih unggul daripada perempuan, atau sebaliknya. Orang yang paling mulia dalam Islam adalah orang yang paling bertakwa, baik laki-laki ataupun perempuan.

      Dalam buku berjudul “Gender Equity in Islam” yang ditulis oleh Dr. Jamal A. Badawi dipaparkan bahwa Islam adil dalam memandang laki-laki dan perempuan. Di buku ini dijelaskan bahwa ajaran Islam, yang bersumber dari al-Quran dan As-Sunnah memposisikan laki-laki dan perempuan dalam tempat yang semestinya (adil).

       Oleh karena itulah kami (penulis blog ini) berusaha menerjemahkan buku ini secara berkala. Harapannya, ini akan menjadi referensi tambahan bagi kita sebagai khazanah keilmuan. Selain itu, juga dalam rangka menjaga akidah kita dari serbuan paham-paham sesat yang berasal Barat, serta memberikan pemahaman yang benar tentang Islam.

       Sebelumnya, kami akan menjelaskan sedikit tentang buku yang akan kami terjemahkan secara bertahap ini. Buku ini diterbitkan oleh World Assembly of Muslim Youth, sebuah organisasi yang berlokasi di Riyadh, Arab Saudi. Adapun penulisnya, Dr. Jamal A. Badawi, merupakan Penulis dan pembicara cukup populer di Negara-negara Barat karena pembelaannya terhadap Islam. Doktor asal Mesir yang lahir di Kanada ini telah menulis banyak buku dan artikel tentang Islam yang telah dipublikasikan.

       Dalam postingan kali ini, kami hanya akan menerjemahkan bab pendahuluan saja dari buku ini. Adapun bab selanjutnya akan diterjemahkan pada postingan berikutnya, insyaAllah.

      Berikut ini adalah terjemahannya. Semoga bermanfaat.



Pendahuluan dan Metodologi
      Ketika berbicara perspektif Islam dalam berbagai topik, harus dibedakan antara ajaran Islam dan perilaku orang islam. Fokus tulisan ini adalah ajaran Islam sebagai kriteria untuk menilai praktik keagamaan orang islam dan mengevaluasi kepatuhan mereka kepada Islam. Dalam mengidentifikasi apa yang disebut dengan “Islam” perlu dibedakan antara Sumber-sumber utama Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) dan pendapat hukum para ulama dalam kasus tertentu yang bisa jadi berbeda-beda dan dipengaruhi oleh zaman, kondisi, dan budaya mereka. Pendapat dan keputusan mereka tidak mutlak benar sesuai dengan sumber utama Islam. Lebih jauh lagi, penafsiran terhadap sumber utama tersebut seharusnya mempertimbangkan hal-hal berikut:

     (a) Kontekstual beberapa teks dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam hal ini termasuk   
           konteks yang umum dalam Islam, seperti ajarannya, worldview (pandangan 
            hidup)-nya, dan kontek surah serta bagian darinya.

     (b) Peristiwa turunnya wahyu yang menjelaskan maknanya

     (c) Peran As-Sunnah dalam menjelaskan dan mengartikan makna teks Al-Quran

       Tulisan ini merupakan ulasan singkat tentang posisi dan peranan wanita dalam masyarakat dilihat dari perspektif islam. Topik pembahasan dibagi dalam aspek spiritual, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek politik. 





Ponorogo, 13 November 2011

0 Response to "Buku ini “Bernama” Gender Equity in Islam"

Posting Komentar

Jangan lupa komen di sini ya :-)