Buah Ara untuk Raja

            Ketika raja Timur Lenk menyerbu Turki, ia mendengar kabar tentang seorang laki-laki bernama Nasrudin Hoja yang tinggal di Akshehir. Ia pergi ke sana dan membangun tenda. Kemudian ia mengirim satu kompi tentara untuk mengundangnya pergi ke kemah tersebut.

            Akan tetapi Nasrudin berpikir bahwa raja ini akan membunuh setiap orang yang ia temui. Oleh karena itu, ia menolak undangan tersebut. Sang raja menyadari bahwa Nasrudin tidak ingin menemuinya. Kemudian ia mengirimkan satu batalyon tentara untuk memaksanya  pergi ke kemah.
            Nasrudin sangat takut. Ia berkata, “Baiklah, saya akan ke sana segera”.
            Pasukan tentara tersebut akhirnya kembali dan melaporkan kepada raja bahwa Nasrudin tidak lama lagi akan datang. Raja Timur Lenk menunggu sampai berjam-jam. Namun Nasrudin tak kunjung muncul. Sang raja pun kehilangan kesabaran. Ia melompat ke atas kudanya dan berangkat menuju rumah Nasrudin.


            Orang-orang yang mengetahui bahwa sang raja datang berteriak, “Nasrudin, Cepat!!! Raja sudah tiba !”
            Nasrudin memakai pakaiannya dengan cepat dan segera berjalan menuju kemah. Ketika ia berbelok kea rah kanan pada jalan yang sempit, raja beserta pasukannya juga ada di sana. Melihat Nasrudin yang datang tiba-tiba, kuda yang ditunggangi raja sangat ketakutan. Kuda itu melompat sangat tinggi sehingga sang raja terjatuh ke atas tanah.
            Raja Timur Lenk sangat marah dan memerintahkan pasukannya menangkap Nasrudin.
            “Mengapa kamu menangkap saya?” Tanya Nasrudin.
            “Kamu akan digantung di tengah-tengah kota. Kamu telah melukai raja, “ jawab seorang pasukan.
            “Bawa saya ke hadapan raja terlebih dahulu”, kata Nasrudin.
            Para pasukan pun membawa Nasrudin ke hadapan raja.
            Nasrudin bertanya pada raja: “Apa salah saya, sehingga saya harus dihukum?”
            “Kamu membawa nasib buruk bagi saya,” jawab raja.
            “Wahai paduka, siapa yang membawa nasib buruk, paduka atau saya?” Tanya Nasrudin. “Jika saya membawa nasib buruk bagi paduka, tentu, paduka sudah terjatuh dan meninggal. Jika seperti demikian, akan adil jika saya dihukum. Akan tetapi, padukalah yang membawa nasib buruk bagi saya”.
            “Bagaiman mungkin kamu mengatakan hal demikian?” Tanya raja.
            Nasrudin menjawab, “Buktinya adalah, ketika raja menemui saya, saya akan dihukum. Jadi, saya pikir bukan saya yang membawa nasib buruk.”
            Raja berpikir bahwa apa yang dikatakan Nasrudin adalah benar. Ia memutuskan untuk memafkannya. Sebelum membiarkan Nasrudin pergi, ia bertanya, “Menurutmu saya adalah orang yang dzalim atau orang yang berpendidikan?”
            Nasrudin menjawab, “Paduka bukanlah orang yang dzalim, dan bukan juga orang yang terdidik. Kitalah, rakyat di sini, yang dzalim sehingga Tuhan mengutus paduka untuk menghukum kami”.
            Raja sangat senang dengan jawaban Nasrudin dan membiarkannya pergi.
            Beberapa bulan kemudian musim buah tiba. Nasrudin berkata kepada istrinya, “Ayo kita petik beberapa buah ara dan kita hadiahkan kepada raja.”
            Mereka pergi ke kebun dan mulai memetik beberapa buah ara. Istrinya melihat banyak buah pir juga masak. Ia berkata, “Nasrudin, coba lihat buah-buah pir juga masak. Ayo kita petik dan kita hadiahkan kepada raja.”
            “Jangan. Lakukanlah apa yang aku minta”, jawab Nasrudin.
            Beberapa menit kemudian, istrinya melihat pohon yang penuh dengan buah apel segar. Ia berkata kepada Nasrudin, “Lihatlah apel-apel itu. Alangkah baiknya kalau kita hadiahkan kepada raja. Ayo kita petik juga. Apel-apel itu  lebih baik dari buah ara”.
            “Tidak. Saya sudah katakana, petiklah apa yang aku minta saja”, kata Nasrudin.
            Akhirnya keranjang mereka penuh dengan buah ara yang sudah masak. Keesokan harinya Nasrudin membawa buah tersebut ke hadapan raja.
            “Silahkan duduk”, kata raja. Nasrudin meletakkan keranjangnya di atas meja kecil di hadapan raja.  Kemudian sang Raja membuka keranjang tersebut. Ia marah, karena buah yang Nasrudin hadiahkan hanyalah buah ara. Buah yang sangat murah dan tidak enak. Ia mengambil beberapa buah ara tersebut dan melemparkannya ke arah Nasrudin satu persatu sampai habis.
            Nasrudin mengangkat wajahnya dan melihat raja. Ia bergumam, “Alhamdulillah”.
            Raja heran, mengapa nasrudin bersyukur sesudah ia lempari satu keranjang buah ara. Ia pun bertanya, “Mengapa kamu bersyukur?”
            “Paduka, saya bersyukur karena saya telah melakukan apa yang telah aku pikirkan”, jawab Nasrudin.
            Raja penasaran. Ia bertanya lebih dalam, “Apa yang telah kamu pikirkan?”
            “Paduka, ketika tadi pagi saya dan istri memetik buah ara, istri saya menyarankan  agar kita juga memetik buah pir dan apel untuk paduka. Saya pikir bahwa kita tidak harus melakukannya. Saya pikir, kita seharusnya menghadiahkan paduka buah ara yang masak dan lembut, bukan buah pir atau apel. Saya bersyukur, karena saya tidak melakukan apa yang istri saya sarankan. Jika saya melakukan saran istri, yaitu memetik buah apel dan pir, tentu, saya sudah kehilangan kepala sekarang”.


Catatan: tulisan ini merupakan terjemahan dari buku berjudul  Nasredin The Clever Man




Ponorogo,3 November 2011

 Jangan lupa klik tombol "suka" di bawah ini  ya...   :-) 

0 Response to "Buah Ara untuk Raja"

Posting Komentar

Jangan lupa komen di sini ya :-)