KEMI: Novel yang "Mengobrak-abrik" Kaum Sepilis

Oleh: Luqman Hakim
                                      

Judul : KEMI Cinta Kebebasan yang Tersesat

Pengarang : Dr. Adian Husaini

Penerbit : Gema Insani Press (GIP)

Cetakan : Pertama Oktober 2010

ISBN : 978-979-077-220-5

Tebal Halaman : 316 Halaman



          Ide liberalisasi Pemikiran Islam di Indonesia semakin gencar disosialisasikan. Hal itu bisa dilihat dari sepak terjang yang dilakukan oleh para “tokoh-tokoh” pengusung ide ini. Ulil Abshor, misalnya, seringkali menulis “gagasan liarnya” di beberapa Koran nasional seperti Kompas, Jawa Pos dan lain-lain. Selain itu, para “penganut” paham ini yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL) tak bosan-bosannya menuliskan ide liar mereka di situs islamlib.com. Belum lagi buku-buku, jurnal, bahkan skrispsi/tesis/disertasi bernuansa liberal bermunculan dari kampus-kampus perguruan tinggi Islam semisal Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Negeri Islam (UIN) kalijaga Yogyakarta, ataupun perguruan tinggi yang lain.

      Dalam menyampaikan gagasannya, mereka seringkali menggunakan kata-kata yang memukau dan bisa menjadikan pembaca awam mengangguk-angguk tanpa sadar membenarkan tulisan mereka.   Kalau menurut Al-Quran surah al-An’am ayat 112, apa yang mereka lakukan termasuk kategori “Zukhrufal qauli ghuruuro”, kata-kata yang indah dengan tujuan menipu.

            Melihat realitas tersebut, novel ‘tak biasa’ karya Dr. Adian Husaini berjudul “KEMI Cinta Kebebasan yang Tersesat” ini termasuk karya yang hendak ‘meng-counter’ arus liberalisasi pemikiran Islam di Indonesia. Jika sebelumnya pak Adian telah “menghajar” paham liberalisme melalui karya-karya non-fiksi yang termuat dalam buku-buku ilmiah dan juga melalui internet (Catatan Akhir Pekan [CAP] di hidayatullah.com), kali ini lulusan ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization) Malaysia ini berusaha menggunakan karya fiksi yang berbentuk novel.

            Melalui novel ini, pak Adian dengan leluasa memaparkan hakikat  paham – Liberalisme- yang telah difatwa sebagai paham yang haram, sesat dan menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. Hal itu dikarenakan pak Adian menggunakan  bahasa yang mengalir dan dengan dialog-dialog ringan, sehingga pembaca bisa lebih mudah memahami. Selain itu, pembaca bisa lebih merasakan betapa berbahayanya paham yang dijiplak dari Barat ini.

            Novel ini bercerita tentang dua santri cerdas lulusan pesantren Minhajul Abidin, Madiun, Jawa Timur. Santri pertama, Kemi (Ahmad Sukaimi), melanggar amanah sang kyai  meninggalkan pesantren dan menjadi aktivis liberal. Ia terperangkap dalam kebebasan yang didambakannya, bahkan mengancam jiwanya. Santri kedua adalah Rahmat. Santri yang disiapkan oleh kyai Aminudin Rois untuk “menyelamatkan” Kemi ini berhasil memporak-poranda jaringan liberal. Kemi, Prof. Malikan (rektor Institut Studi Lintas Agama), dan kyai Dulpikir (kyai liberal) takluk ketika berhadapan dengan Rahmat. Bahkan kyai dulpikir bertaubat sebelum wafat di ruang seminar. Selain itu, rahmat berhasil menyadarkan Siti, feminis liberal dan putri kyai terkenal. 

            Dalam novel ini, pak Adian banyak memberikan “jurus” dalam mematahkan argumen kaum liberal. Dalam halaman 59, misalnya, ketua Dewan dakwah Islam Indonesia (DDII) ini melalui dialog antara Rahmat dan Kemi menyanggah pendapat yang mengatakan bahwa nama Tuhan itu tidak penting. Lalu ia juga menyebutkan ketidakkonsistenan orang liberal dalam berpendapat (halaman 75-76), kesalahan posisi netral agama (halaman 57), Islam tidak hanya substansial (halaman 65), wajah ganda kaum feminis (halaman  203-227), pentingnya syahadat sebagai salah satu bentuk pengakuan (halaman 75-76), ketidakjujuran kaum liberal dalam mengutip tafsir al-manar karya Rasyid Ridha (238-240), serta hal-hal penting lainnya.

            Akan tetapi ketika membaca dengan seksama, ada  tulisan yang terkesan janggal. Yaitu ketika diceritakan bahwa Rahmat membaca hasil wawancara seorang wartawan (Bejo Sagolo) dengan salah satu tokoh feminis terkemuka (doktor Demiwan Ita) di majalah wanita “PAGINISIA”. Kejanggalan terlihat ketika isi wawancara terdapat tulisan yang kalau dicermati tidak mungkin hasil wawancara (lihat halaman 217 pada tulisan: “Bejo menyimak tulisan di sampul belakang buku berjudul.......”).

       Namun, hal sepele tersebut tidak menjadikan novel perdana pak Adian ini tidak layak untuk dibaca. Bahkan kalau perlu -meminjam kalimat yang tertera di sampul novel  bagian belakang - novel ini wajib dibaca oleh para santri dan keluarga muslim yang mencintai keimanan dan berkeinginan selamat dari jeratan angan-angan dan gurita liberalisme, yang tiap detik menyerbu pikiran mereka.


Ponorogo, 2 November 2011




Jangan lupa klik tombol "suka" di bawah ini  ya...   :-) 

0 Response to "KEMI: Novel yang "Mengobrak-abrik" Kaum Sepilis"

Posting Komentar

Jangan lupa komen di sini ya :-)